Vonis Lepas Kasus Minyak Goreng, Eks Waka PN Jakpus Didakwa Terima Suap Rp15,7 Miliar

Kamis 21 Agu 2025, 08:00 WIB
Terdakwa Muhammad Arif Nuryanta, mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, menjalani sidang perdana kasus dugaan suap vonis lepas perkara minyak goreng di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. (Sumber: Poskota/Ramot Sormin)

Terdakwa Muhammad Arif Nuryanta, mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, menjalani sidang perdana kasus dugaan suap vonis lepas perkara minyak goreng di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. (Sumber: Poskota/Ramot Sormin)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID – Sidang dugaan suap putusan lepas kasus ekspor Crude Palm Oil (CPO) atau minyak goreng terhadap tiga perusahaan digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Rabu, 20 Agustus 2025.

Terdakwa dalam sidang kali ini adalah mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta, dan Panitera Muda (Panmud) Perdata PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung menyebut keduanya menerima suap senilai Rp40 miliar atau setara 2.500.000 dolar AS.

Uang itu diberikan untuk mempengaruhi majelis hakim agar memutus lepas kasus korupsi migor dengan terdakwa korporasi PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musi Mas Group.

Baca Juga: Kopi Pagi: Menjaga Konstitusi Negara

Dari jumlah tersebut, JPU merinci Arif Nuryanta menerima Rp15,7 miliar, Wahyu Gunawan Rp2,4 miliar, Djuyamto Rp9,5 miliar, Agam Syarif Baharuddin Rp6,2 miliar, dan Ali Muhtarom Rp6,2 miliar.

Menurut JPU, uang berasal dari penasihat hukum korporasi, yakni Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan M Syafei.

"Padahal uang tersebut diketahui untuk mempengaruhi putusan Djuyamto, Agam, dan Ali selaku majelis hakim yang menangani kasus korupsi minyak goreng yang kemudian agar diputus lepas," kata JPU.

Awal mula suap terjadi ketika Ariyanto menemui Wahyu Gunawan di rumahnya. Saat itu Ariyanto menanyakan apakah Wahyu memiliki kenalan pejabat di PN Jakarta Pusat. Wahyu lalu menjawab mengenal M Arif Nuryanta.

Selanjutnya Wahyu menghubungi Arif dan mendapat informasi bahwa hakim yang akan menangani perkara adalah Djuyamto.

JPU mengungkap Ariyanto sempat menawarkan Rp20 miliar melalui Wahyu kepada Djuyamto agar eksepsinya dikabulkan. Namun Djuyamto menolak.


Berita Terkait


News Update