“Inilah yang kemudian dipergunjingkan, ‘Kalau yang lain kenapa enggak di-support? Guru, dosen, dan seterusnya,’” kata Adi.
Ia menambahkan, persepsi publik terhadap DPR sebagai kelompok elit ekonomi membuat isu tunjangan Rp50 juta semakin sensitif.
Di sisi lain, menurut Adi, anggota DPR menilai tunjangan tersebut masih wajar mengingat biaya hidup di Jakarta yang tinggi. Jika dihitung kebutuhan sewa rumah layak di ibu kota, kata dia, angka Rp50 juta tidak berlebihan.
Baca Juga: Prabowo Singgung Pemangkasan Tantiem Komisaris, Pengamat: Kebijakan Populis dengan Risiko Politik
“Kalau untuk daerah Jakarta dan sekitarnya, cari kontrakan yang sebulan Rp3 juta itu agak rumit dan sangat mahal. Jadi sebenarnya Rp50 juta itu mungkin masih pas-pasan dan anggota dewan itu nombok,” jelasnya.
Adi menekankan bahwa perdebatan ini akan terus berulang. Publik cenderung menganggap kenaikan tunjangan DPR tidak pantas, sementara anggota dewan menilai hal itu layak sebagai kompensasi atas tugas mereka yang berat.