POSKOTA.CO.ID - Investasi kini menjadi salah satu cara paling populer untuk mengelola keuangan sekaligus menambah sumber penghasilan.
Saham dan obligasi sendiri menjadi instrumen yang sama-sama digemari, tetapi memiliki karakteristik berbeda dengan hasil akhir serta tingkat risikonya.
alam dunia investasi, risiko dan return ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan.
Semakin tinggi potensi keuntungan, maka akan besar pula potensi kerugiannya.
Dengan memahami perbedaan tersebut, Anda dapat menentukan strategi investasi yang paling sesuai dengan tujuan finansial serta profil risiko pribadi.
Lantas, lebih menguntungkan investasi di saham atau obligasi? Simak informasi selengkapnya.
Baca Juga: Panduan Investasi Kripto untuk Pemula, Pahami Peluang dan Risikonya
Apa Itu Obligasi?
Dikutip dari kanal YouTube Saham dari Nol, obligasi adalah surat utang yang diterbitkan oleh negara atau perusahaan untuk meminjam dana dari masyarakat.
Sebagai imbalannya, investor akan menerima bunga tetap yang dikenal sebagai kupon.
Contohnya, pemerintah Indonesia baru saja menerbitkan ORI23 dengan tenor tiga tahun.
Jika seseorang membeli obligasi senilai Rp10 juta, maka ia akan menerima bunga 5,9 persen per tahun.
Setelah dipotong pajak 10 persen, hasil bersihnya sekitar Rp531 ribu per tahun atau Rp44.250 per bulan. Di akhir tenor, modal Rp10 juta akan dikembalikan penuh.
Dengan kata lain, obligasi menawarkan pendapatan pasif yang stabil, minim risiko, serta dijamin oleh negara.
Baca Juga: Cara Investasi Emas Digital di DANA, Mudah dan Cuan!
Apa Itu Saham?
Berbeda dengan obligasi, saham adalah bukti kepemilikan suatu perusahaan.
Membeli saham berarti ikut memiliki bisnis tersebut. Keuntungan investasi saham berasal dari dua sumber yakni capital gain (kenaikan harga saham) dan dividen (pembagian laba perusahaan).
Namun, investasi saham juga memiliki risiko tinggi. Harga saham berfluktuasi, tidak semua perusahaan membagikan dividen, dan potensi kerugian bisa muncul jika pemilihan saham dilakukan tanpa analisis yang matang.
Perbandingan Risiko Investasi Saham dan Obligasi
Adapun perbandingan risiko antara saham dan obligasi yang perlu Anda ketahui.
1. Risiko Harga
Saham dikenal memiliki tingkat fluktuasi harga yang tinggi. Pergerakan harga saham bisa dipengaruhi oleh kondisi pasar, kinerja perusahaan, isu global, hingga sentimen investor.
Hal ini membuat keuntungan saham bisa sangat besar, namun potensi kerugiannya pun sebanding.
Sementara itu, obligasi cenderung lebih stabil karena imbal hasilnya sudah ditentukan sejak awal.
Meski tetap ada risiko penurunan harga pasar, obligasi relatif lebih aman untuk investor dengan profil risiko konservatif.
2. Risiko Likuiditas
Dari sisi likuiditas, saham umumnya lebih unggul. Investor bisa dengan cepat membeli atau menjual saham melalui bursa.
Sementara obligasi, terutama yang diterbitkan perusahaan swasta, tidak selalu mudah diperjualbelikan di pasar sekunder.
Artinya, jika investor butuh dana mendesak, saham lebih cepat dikonversi menjadi uang tunai dibanding obligasi.
3. Risiko Gagal Bayar
Pada obligasi, risiko terbesar adalah default atau gagal bayar. Jika penerbit obligasi tidak mampu membayar kupon atau melunasi pokok pinjaman, investor bisa merugi.
Sementara pada saham, risiko utama terletak pada kinerja perusahaan. Jika perusahaan mengalami kerugian, harga saham bisa turun drastis.
Namun, tidak ada risiko gagal bayar karena saham bukan instrumen utang, melainkan kepemilikan.
Bagi pemula yang belum memahami analisis saham, obligasi bisa menjadi pilihan aman.
Dengan investasi Rp10 juta, investor sudah bisa menikmati pendapatan rutin tanpa khawatir kehilangan modal.
Namun, jika sudah memahami laporan keuangan, mampu menganalisis pasar, dan percaya bisa meraih imbal hasil lebih tinggi dari 6 persen per tahun, saham dapat menjadi instrumen yang lebih menguntungkan.
Disclaimer: Informasi dalam artikel ini bersifat edukatif dan umum. Bukan merupakan saran atau rekomendasi investasi langsung.
Keputusan investasi sepenuhnya berada di tangan pembaca, disarankan untuk melakukan analisis mendalam atau berkonsultasi dengan penasihat keuangan sebelum mengambil langkah finansial.