Kopi Pagi: Merajut Kebersamaan (3)

Senin 18 Agu 2025, 08:19 WIB
Kopi Pagi: Awali dengan Senyuman. (Poskota)

Kopi Pagi: Awali dengan Senyuman. (Poskota)

Pengantar: Merajut kebersamaan guna memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, tak sebatas retorika, tetapi butuh realita dan aksi nyata. Bukan mengejar citra. Begitupun edukasi nilai -nilai patriotisme dan nasionalisme. Tema tersebut kami sajikan dalam tulisan tiga seri dalam rangkaian peringatan HUT ke- 80 Proklamasi Kemerdekaan RI. (Azisoko)

“Satunya kata dengan perbuatan hendaknya menjadi rujukan etik dan moral bagi siapa pun dia, utamanya bagi para pemimpin negeri ini di tingkatan mana pun , baik pemimpin non formal, apalagi pemimpin formal..” (Harmoko)

Pada bagian awal artikel ini, disebutkan bahwa untuk merajut kebersamaan perlu adanya keteladanan bagi kita semua, utamanya para pemimpin dan elite politik negeri ini.

Mengapa keteladanan? Jawabnya keteladanan menjadi penting karena tugas pemimpin adalah membujuk, mengajak, dan mengajari serta mendidik masyarakat. Dalam konteks kebersamaan membangun negeri, dapat dimaknai merangkul semua pihak tanpa terkecuali, tanpa pembedaan dan beda perlakuan.

Baca Juga: Kopi Pagi: Merajut Kebersamaan (1)

Di sisi lain, generasi era kini yang sering disebut generasi milenial dan digital lebih berharap model, ketimbang kritikan. Lebih membutuhkan keteladanan untuk membangun kesadaran, ketimbang doktrin atau pun paksaan.

Jika demikian halnya, edukasi merajut kebersamaan bukan melalui semboyan atau slogan, tetapi dari perilaku kita sehari hari.

Begitupun merawat kebersamaan, bukan sebatas wacana dan retorika, tetapi berperilaku nyata dengan melakukan aktivitas bersama yang bermanfaat bagi masyarakat. Kerja bersama, bahu membahu untuk mengatasi berbagai masalah bangsa, bukan malah menambah atau mendatangkan masalah. Lebih-lebih kerja bersama untuk menimbulkan kegaduhan, yang jauh dari upaya merawat persatuan dan kesatuan.

Keteladanan akan semakin nyata adanya, jika diikuti adanya kepercayaan publik. Masyarakat akan mengikuti jejak langkah sang pemimpin yang terpercaya, tanpa kepercayaan, sulit keteladanan dapat ditularkan.

Baca Juga: Kopi Pagi: Merajut Kebersamaan (2)

Pemimpin akan terpercaya, jika tak hanya cerdas dan berkualitas, juga memiliki integritas moral yang tinggi.

Belajar dari sejarah perjuangan bangsa, para pendiri negeri dan pemimpin bangsa mendapat unconditional trust – kepercayaan dari rakyat tanpa syarat karena memiliki integritas yang tinggi. Bung Karno dan Bung Hatta, sang founding fathers, adalah rujukan nyata.

Soal integritas ini yang sejak awal senantiasa diedukasi melalui keteladanan oleh para pendiri negeri. Bung Hatta misalnya, sangat konsen membangun integritas bangsa bukan selesai pada tataran konsep semata.

Ini sejalan seperti dikatakan putri sulung Bung Hatta, Meutia Farida Hatta Swasono, pada acara menyambut Hari Ulang Tahun Bung Hatta yang ke-123 tahun di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jakarta Selatan selama 6 hari, 12-17 Agustus 2025. Acara dikemas dengan menggabungkan ziarah dan pameran mengenai Bung Hatta serta diskusi publik tentang integritas tokoh bangsa.

Baca Juga: Kopi Pagi: Tiada Henti Menunggu Realisasi

Meutia Hatta mengatakan bahwa integritas tak cukup menjadi konsep, tetapi harus diwujudkan dalam tindakan nyata. Seperti dikatakan Bung Hatta “tindakan lebih penting daripada kata-kata”.

Keteladanan Bung Hatta yang ditularkan kepada putra putrinya, keluarganya, bahwa seseorang itu harus sama kata dan perbuatan. Dan, tentu saja kepada kita semua.

Ya, satunya kata dengan perbuatan itulah yang sebagai salah satu kunci membangun integritas. Sebuah sikap yang memancarkan potensi kewibawaan dan kejujuran, memiliki komitmen yang tinggi dan konsisten dalam melaksanakan tugasnya. Senantiasa memegang nilai-nilai etik dan moral, memiliki rasa kepedulian dan empati, jujur dan adil dalam bersikap dan bertindak.

Mari kita ikuti jejak para pemimpin bangsa, jadilah pemimpin yang terpercaya karena senantiasa menjunjung tinggi integritas, tak hanya sebatas di atas kertas,tetapi tercermin dalam aktivitas sehari-hari. Tak hanya sebatas retorika, tapi aksi nyata.

Baca Juga: Kopi Pagi: Teladan Wujudkan Kemakmuran

Begitupun merajut kebersamaan bukan selesai pada pernyataan. Merajut kebersamaan bukan sebatas di atas kertas, tapi wajib diikuti satunya kata dengan perbuatan.

Satunya kata dengan perbuatan menjadi penting dalam upaya merajut kebersamaan guna memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Merajut kebersamaan bukan sebatas di atas kertas

Satunya kata dengan perbuatan hendaknya menjadi rujukan etik dan moral bagi siapa pun dia, utamanya bagi para pemimpin negeri ini di tingkatan mana pun , baik pemimpin non formal, apalagi pemimpin formal.

Mari kita merajut kebersamaan melalui aksi nyata guna memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Selamat HUT ke-80 Proklamasi Kemerdekaan RI. “Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju”. (Azisoko)


Berita Terkait


undefined
Kopi Pagi

Kopi Pagi: Adil untuk Semua

Senin 30 Jun 2025, 07:21 WIB
undefined
Kopi Pagi

Kopi Pagi: Koperasi untuk Kita

Kamis 10 Jul 2025, 07:37 WIB

News Update