POSKOTA.CO.ID - Film animasi Merah Putih: One For All seharusnya menjadi kebanggaan baru bagi industri kreatif Indonesia. Dibuat untuk memperingati HUT ke-80 Kemerdekaan RI, film besutan Perfiki Kreasindo ini mengusung cerita nasionalis tentang sekelompok anak yang berjuang menjaga bendera pusaka.
Namun, alih-alih mendapat dukungan, proyek ini justru menuai kritik pedas dari warganet bahkan sebelum tayang perdana di bioskop pada 14 Agustus 2025.
Dengan anggaran produksi yang mencapai Rp6,7 miliar, publik memiliki ekspektasi tinggi terhadap kualitas film ini. Sayangnya, cuplikan trailer yang beredar justru memicu kekecewahan.
Banyak penonton yang menyayangkan animasi yang terlihat kaku, minim detail, dan jauh dari standar film modern. Tak sedikit yang membandingkannya dengan karya amatir atau bahkan game jadul.
Baca Juga: Sinopsis dan Jadwal Tayang Film Animasi Merah Putih One for All
Kontroversi semakin memanas ketika terungkap bahwa film ini dikerjakan dalam waktu kurang dari satu bulan. Kecepatan produksi yang tidak wajar ini diakui sendiri oleh produser, menimbulkan pertanyaan serius tentang integritas kreatif proyek tersebut.
Ditambah dengan dugaan penggunaan aset siap pakai dari marketplace dan ketidakjelasan tim produksi, film yang seharusnya merayakan kemerdekaan ini justru terjebak dalam badai skeptisisme.
Anggaran Besar, Kualitas Dipertanyakan
Trailer resmi yang dirilis memperlihatkan animasi yang dinilai kaku dan minim detail. Banyak netizen menyamakan kualitasnya dengan game lawas atau bahkan proyek tugas sekolah. "Dengan budget hampir Rp7 miliar, kok hasilnya seperti animasi tahun 2000-an?" tanya salah satu warganet di Twitter/X.
Produksi Kilat Kurang dari Sebulan
Produser Toto Soegriwo mengakui bahwa film ini dikerjakan dalam waktu kurang dari satu bulan untuk mengejar momentum HUT ke-80 Kemerdekaan RI. Kecepatan produksi ini memicu skeptisisme, mengingat animasi berkualitas biasanya membutuhkan waktu bertahun-tahun.
Dugaan Penggunaan Aset dari Marketplace
Konten kreator YouTube, Yono Jambul, menemukan bahwa beberapa aset dalam film diduga dibeli dari marketplace seperti Daz3D, termasuk latar "Street of Mumbai" yang dinilai tidak mencerminkan nuansa Indonesia. Hal ini memunculkan pertanyaan: seberapa besar kreativitas lokal yang benar-benar ditanamkan dalam proyek ini?
Dibandingkan dengan 'Demon Slayer' dan 'Jumbo'
Netizen membandingkan film ini dengan Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba yang disebut hanya menghabiskan Rp1,8 miliar per episode namun memiliki kualitas visual kelas dunia. Sementara itu, animasi lokal Jumbo dipuji karena berhasil menaikkan standar industri. "Kenapa Merah Putih terkesan seperti proyek instan?" tanya seorang penggemar animasi.
Situs Produksi Tidak Terakses, Tim Misterius
Upaya mengunjungi situs resmi Perfiki Kreasindo justru berujung pada error "403 Forbidden". Tim produksi juga dianggap minim jejak digital, menambah kecurigaan soal transparansi. Sutradara Endiarto dan penulis skenario Bintang Takari nyaris tidak memiliki portofolio sebelumnya di dunia animasi.
Sinopsis dan Persaingan Ketat di Bioskop
Merah Putih: One For All mengisahkan delapan anak dari berbagai daerah yang tergabung dalam Tim Merah Putih untuk menjaga bendera pusaka jelang upacara 17 Agustus. Konflik muncul ketika bendera hilang tiga hari sebelum hari H, memaksa mereka bekerja sama untuk mengibarkannya tepat waktu.
Namun, film ini akan menghadapi persaingan ketat dengan Demon Slayer: Infinity Castle Part 1 yang tayang sehari setelahnya (15 Agustus 2025). Apakah Merah Putih bisa menarik minat penonton di tengah kontroversi ini?
Respons Produser dan Masa Depan Film
Hingga berita ini diturunkan, pihak produksi belum memberikan klarifikasi resmi terkait kritik yang beredar. Pertanyaan besar masih menggantung: apakah film ini akan menjadi kebanggaan atau justru kekecewaan bagi industri animasi Indonesia?
Sebagai film yang digarap untuk memperingati kemerdekaan, Merah Putih: One For All seharusnya mampu menjadi kebanggaan bangsa.
Namun, berbagai kontroversi yang mengiringi proses produksinya justru mengaburkan pesan nasionalisme yang ingin disampaikan, mengubah antusiasme penonton menjadi tanda tanya besar.
Kini, bola berada di pihak produser untuk memberikan klarifikasi dan membuktikan bahwa film ini layak ditonton. Apakah Merah Putih: One For All akan mampu membalikkan stigma negatif dan sukses di layar lebar, atau justru menjadi pelajaran berharga bagi industri animasi Indonesia? Jawabannya akan terungkap saat film ini tayang di bioskop mulai 14 Agustus mendatang.