Ia juga menyebut bahwa ketimbang menyimpan uang dalam rekening atau tabungan yang tergerus inflasi, orang-orang kaya mengalirkan uang mereka ke berbagai aset seperti properti, obligasi pemerintah luar negeri, venture capital, hingga proyek-proyek yang belum diketahui publik.
Ronald tidak segan mengkritik gerakan menabung saham yang menurutnya terlalu disederhanakan dan tidak disertai dengan pemahaman mendalam tentang mekanisme pasar.
“Orang miskin itu hanya tahunya 'Yuk nabung saham!'. Orang kaya itu yang bikin emitennya, mereka yang bikin perusahaannya, mereka yang listing di bursa.”
Ia menekankan bahwa pemilik perusahaan yang mencatatkan saham di pasar modal adalah pihak yang paling banyak meraup keuntungan, bukan investor ritel.
Menurut Ronald, perbedaan paling nyata antara orang kaya dan miskin adalah pada akses dan nilai terhadap informasi. Ia menyebut banyak orang kaya rela menghabiskan ratusan juta hingga miliaran rupiah hanya untuk membeli informasi atau koneksi strategis.
“Orang kaya itu rela buang duit hanya untuk mendapatkan koneksi. Lu bilang ke gua di sini, 'Warren Buffet mau makan sama gua.' Rp30 miliar gua bayar cash sekarang buat makan siang doang ya.”
Ia juga menyebut platform seperti Real Vision dan Bloomberg Terminal sebagai contoh bagaimana informasi bernilai sangat tinggi di dunia finansial tingkat lanjut.
Ronald menyoroti bahwa banyak orang enggan belajar atau berinvestasi karena takut rugi. Padahal, menurutnya, ketakutan itu justru menjauhkan mereka dari peluang.
“Lu udah dikasih informasinya pun, dikasih untuk nyontek informasi pun lu masih skeptis.”
“Lu yang bikin kerangkengnya, lu yang masuk sendiri, lu yang gembok sendiri.”