Jurusan populer seperti akuntansi, digital marketing, dan programming menjadi incaran karena bisa langsung membuka peluang kerja.
Awalnya, Timothy berencana membangun private equity atau venture capital. Namun, pemikirannya berubah setelah berdiskusi dengan pelaku industri global.
Baca Juga: Mengapa Banyak Orang Tetap Miskin Meski Punya Potensi Besar? Ini Jawabannya Menurut Timothy Ronald
Menurutnya, posisi terbaik bukan sebagai pengelola dana (GP), melainkan sebagai pemilik modal permanen (LP).
Kemudian, dalam dua tahun mendatang, fokus utama Timothy adalah membangun platform edukasi digital di bidang crypto dan teknologi.
Pendiri Akademi Crypto itu menargetkan profit bersih sekitar Rp20–25 miliar per tahun.
Dana ini akan dialokasikan ke aset kripto seperti Bitcoin dan Ethereum, yang diprediksi akan melonjak setelah halving pada 2024–2025.
“Kalau semua berjalan sesuai rencana, target Rp100 miliar bukan mustahil. Saya main di bisnis edukasi karena marginnya tinggi, lalu hasilnya saya putar ke crypto,” ujarnya percaya diri.
Timothy melihat crypto bukan sekadar tren, tetapi peluang masa depan. Ia percaya momentum halving Bitcoin di 2024 akan menjadi katalis utama kenaikan harga.
Dengan strategi staking Ethereum dan manajemen risiko yang tepat, ia optimistis mencapai targetnya.
Bagi Timothy Ronald, permainan menjadi konglomerat adalah maraton, bukan sprint.
Strateginya menekankan pada membangun sumber pendanaan permanen, memanfaatkan industri berpotensi besar, dan mengambil langkah berani di pasar crypto.