POSKOTA.CO.ID - Pengurangan hukuman terpidana kasus korupsi lagi menjadi pergunjingan.
Ini menyusul keputusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) Setya Novanto, mantan Ketua DPR, dalam kasus korupsi e-KTP.
Vonis dikurangi dari 15 tahun menjadi 12,5 tahun penjara. Artinya hukuman penjara dikurangi 2,5 tahun.
Beragam komentar disampaikan oleh berbagai kalangan. Bagi pegiat antikorupsi, keputusan ini disesalkan. Alasannya, korupsi itu kejahatan yang luar biasa, maka penanganannya pun harus luar biasa.
Baca Juga: Obrolan Warteg: Bansos Bukanlah Alat Politik
Para koruptor harus dipidana setinggi- tingginya dan seberat - beratnya untuk memberikan efek jera.
Beda lagi dengan pengacara terpidana, menilai bukan hanya dikurangi, mestinya bebas. Alasannya, pasal yang didakwakan kepada Novanto tidak tepat. Novanto tak punya kewenangan terkait proyek e-KTP.
“Lantas bagaimana menurut kalian sebagai wong cilik. Bukankah korupsi itu sangat merugikan rakyat,” kata bung Heri mengawali obrolan warteg bersama sohibnya, mas Bro dan bang Yudi.
“Hakim memutuskan pengurangan hukuman tentu ada alasan tersendiri, memiliki pertimbangan sendiri. Bukankah keputusan tersebut juga dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa,” ujar Yudi.
“Kalau menurut kamu gimana Bro?,” tanya Heri.
Baca Juga: Obrolan Warteg: Tangis Bahagia Sang Bunda
“Komentar apapun tidak akan mengubah keadaan. Putusan PK itu sudah final, tak ada upaya hukum lain yang dapat mengubahnya. Ibaratnya sudah mentok yang tertinggi. Tak ubahnya keputusan MK, sudah final dan mengikat,” kata mas Bro.
“Jadi, suka tidak suka harus kita terima?,” kata Yudi.
“Ya, harus kita hormati. Bahwa ada yang kecewa dengan putusan tersebut, hal yang wajar saja, mengingat dalam beberapa putusan banding terhadap terpidana korupsi lebih memberatkan, bukan meringankan,” kata Heri.
“Berarti kasus yang satu ini berbeda?,” kata Yudi.
“Setiap kasus sudah pasti berbeda,sebut saja berbeda terdakwanya, beda lokasinya, beda modusnya. Kalaupun sama, pada jenis kasusnya, sama - sama korupsi,” kata Heri.
“Tapi ini putusan MA menarik perhatian publik?,” ujar Yudi.
Baca Juga: Obrolan Warteg : Hijrah Menjadi Lebih baik
“Tidak bisa dipungkiri karena menyangkut mantan ketua DPR, kasusnya sejak awal sudah menarik perhatian. Tak sedikit pejabat terlibat dalam kasus e-KTP yang merugikan negara triliunan rupiah itu,” kata Heri.
“Menarik pula dicermati, permohonan PK ini diputus dalam waktu 1.956 hari, sejak perkara diajukan 6 Januari 2020. Artinya lama memutus membutuhkan waktu 1.956 hari,” kata mas Bro.
“Lama perjuangan yang dilakukan, lebih dari 5,4 tahun. Hasilnya pengurangan 2,5 tahun hukuman penjara,” ujar Heri. “Jangan cuma melihat hasilnya, tetapi lihat juga prosesnya. Ini lebih penting,” kata Heri. (Joko Lestari)