BANDUNG, POSKOTA.CO.ID - Anggota DPRD Jawa Barat (Jabar), Abdul Karim mengungkapkan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar tengah mengkaji penerapan kurikulum muatan lokal (Mulok) khusus pendidikan karakter pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA).
Langkah ini bertujuan menggantikan metode lama yang mengharuskan siswa mengikuti pelatihan di barak militer. Abdul menyatakan, nantinya pendidikan karakter tidak lagi semata-mata mengandalkan pelatihan baris-berbaris seperti di barak militer.
Selain pelatihan baris-berbaris, para siswa diberikan penyuluhan hukum dari kepolisian, hingga pelibatan psikolog dan kegiatan ekstrakurikuler pembentukan karakter. Menurut politisi Partai Gerindra ini, sekolah-sekolah di Jawa Barat berbeda dengan SMA Taruna Nusantara yang selama ini bisa menitipkan siswa ke barak militer.
"Ke depan, pembentukan karakter akan disuntikkan melalui kurikulum muatan local (mulok) agar siswa memiliki perilaku yang baik," kata Abdul dalam keterangan resmi.
Konsep pendidikan karakter yang dirumuskan mengacu pada nilai Panca Waluya, yakni cageur (sehat), bageur (baik), bener (benar), pinter (pintar), dan singer (gesit/tanggap). Pemerintah akan menurunkan konsep ini menjadi pembinaan pendidikan karakter secara praktis di tingkat provinsi, khususnya bagi SMA sederajat.
Meski setiap sekolah bisa mengundang TNI untuk pelatihan baris-berbaris, Abdul Karim menegaskan perlunya payung hukum berupa Peraturan Gubernur (Pergub) dan silabus jelas agar kurikulum muatan lokal dapat berjalan efektif.
"Jika harus mengirim siswa ke barak militer, biayanya cukup besar," ujar anggota dewan Daerah Pemilihan (Dapil) Kabupaten Cianjur ini.
Kebijakan pengiriman siswa ke barak militer yang pernah diterapkan sebagai respons Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi terhadap gejala tawuran antar pelajar, khususnya yang melibatkan senjata tajam, akan digantikan dengan pendekatan kurikulum muatan lokal yang menyasar seluruh sekolah. Pendidikan karakter juga ditujukan tidak hanya untuk siswa bermasalah, tetapi juga bagi siswa berprestasi.
Abdul Karim memperkirakan kurikulum ini efektif mulai tahun 2026 setelah melalui proses kajian, penyusunan payung hukum, dan penganggaran. Selain itu, Pemerintah Provinsi menambah kuota pengangkatan Aparatur Sipil Negara (ASN) bagi guru Bimbingan Konseling (BK) agar mereka bisa mengadvokasi siswa yang terindikasi berperilaku khusus.