Sri Mulyani Terapkan Pajak 0,5 Persen untuk Pedagang Shopee, Lazada, Tokopedia Cs, Ini Aturannya

Kamis 26 Jun 2025, 10:35 WIB
Menkeu Sri Mulyani bicara tentang pencairan THR ASN 2025. (Sumber: dok. Kemenkeu)

Menkeu Sri Mulyani bicara tentang pencairan THR ASN 2025. (Sumber: dok. Kemenkeu)

POSKOTA.CO.ID - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan tengah menyiapkan aturan baru yang akan memberlakukan pajak bagi pelaku usaha online.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan rencana pengenaan pajak sebesar 0,5 persen terhadap penjual di platform e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, Lazada, dan lainnya. Kebijakan ini diharapkan dapat memperluas basis pajak sekaligus menciptakan keadilan antara pedagang daring dan luring.

Aturan tersebut terutama menyasar pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang berjualan secara online dengan omzet tahunan antara Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar.

Nantinya, marketplace akan bertindak sebagai pemotong pajak dan langsung menyetorkannya ke negara, mirip dengan mekanisme pemungutan pajak pada transaksi konvensional.

Baca Juga: Sri Mulyani Bakal Kenakan Pajak dari Penjual di E-Commerce Mulai Juli

Rencana ini merupakan bagian dari reformasi perpajakan di era digital dan diperkirakan akan resmi berlaku bulan depan.

Langkah ini menuai beragam reaksi, mengingat kebijakan serupa pernah dicabut pada 2019 akibat penolakan dari pelaku industri. Kini, pemerintah berupaya menerapkannya kembali dengan pendekatan yang lebih matang.

Latar Belakang dan Tujuan Kebijakan

Kementerian Keuangan menyatakan tiga alasan utama di balik kebijakan ini:

  1. Meningkatkan Kepatuhan Pajak di Sektor Digital: Selama ini, transaksi online dinilai sulit diawasi, sehingga banyak potensi pajak yang terlewat.
  2. Menciptakan Keadilan antara Pedagang Online dan Offline: Selama ini, penjual offline telah rutin membayar pajak, sementara penjual online seringkali belum terdampak aturan yang sama.
  3. Menambah Penerimaan Negara: Kebijakan ini diharapkan bisa menopang pendapatan negara, terutama di tengah penurunan penerimaan pajak pada kuartal pertama 2025.

Baca Juga: PNS Wajib Tahu! Sri Mulyani Hapus Uang Makan 5 Golongan PNS Mulai Juli 2025: Ini Daftarnya!

Kriteria Pedagang yang Kena Pajak

Melansir Reuters, pajak 0,5 persen akan dikenakan pada penjual dengan omzet tahunan Rp500 juta–Rp4,8 miliar. Sementara itu, pedagang dengan omzet di bawah Rp500 juta tidak akan dikenakan pungutan ini.

Selain itu, aturan baru ini juga akan mencakup sanksi bagi platform e-commerce yang lalai memungut atau terlambat melaporkan pajak penjual. Hal ini terungkap dalam presentasi resmi Direktorat Jenderal Pajak kepada para pelaku industri.

Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) hingga saat ini belum memberikan konfirmasi atau penolakan terkait rencana ini. Namun, kebijakan serupa sebenarnya pernah diusung pemerintah pada akhir 2018, yang mewajibkan operator e-commerce membagikan data penjual dan memastikan mereka membayar pajak.

Sayangnya, aturan itu dicabut tiga bulan kemudian akibat penolakan keras dari industri. Kini, dengan pendekatan yang lebih matang, pemerintah berharap kebijakan ini dapat berjalan lancar tanpa memicu gejolak serupa.

Baca Juga: Sri Mulyani Hapus Uang Makan Pensiunan PNS, Ini 3 Penggantinya yang Wajib Diketahui

Apa Dampaknya bagi Pelapak?

Bagi pedagang online, kebijakan ini berarti tambahan beban biaya, meski relatif kecil (0,5 persen). Namun, di sisi lain, ini juga menjadi bentuk pengakuan resmi terhadap usaha digital yang semakin masif.

Dengan aturan yang akan segera terbit, pelaku e-commerce dan UMKM digital perlu mempersiapkan diri menghadapi perubahan sistem perpajakan ini.

Kebijakan pajak 0,5 persen untuk pedagang e-commerce ini menjadi langkah strategis pemerintah dalam mengoptimalkan penerimaan negara di tengah pesatnya pertumbuhan ekonomi digital.

Dengan aturan yang lebih terstruktur, diharapkan tercipta ekosistem perdagangan yang adil antara pelaku usaha online dan offline, sekaligus meningkatkan kepatuhan pajak di sektor digital.

Namun, kesuksesan implementasi kebijakan ini akan sangat bergantung pada sosialisasi yang masif dan kolaborasi antara pemerintah, platform e-commerce, serta para pelaku UMKM.

Tantangan utamanya adalah memastikan kebijakan ini tidak memberatkan pelaku usaha kecil, sambil tetap mencapai tujuan pemerataan pembayaran pajak. Ke depan, semua pihak berharap aturan ini dapat berjalan efektif tanpa menimbulkan gejolak di industri e-commerce nasional.


Berita Terkait


News Update