POSKOTA.CO.ID - Dunia penerbangan kembali diuji dengan insiden serius. Kali ini, sebuah laporan adanya threat atau ancaman bom dilaporkan dari pesawat milik maskapai Saudi Airlines dengan nomor penerbangan SVA 5688, yang sedang menjalani rute internasional Jeddah–Muscat–Surabaya.
Kronologi yang diungkapkan oleh Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara (Kadispenau), Marsma TNI I Nyoman Suadnyana, menjelaskan bagaimana operasi tanggap darurat berhasil dilakukan secara terkoordinasi dan efisien tanpa menimbulkan korban jiwa.
Baca Juga: Panen Virtual di Aplikasi Ini, Saldo DANA Gratis Rp115.000 Terkirim Langsung ke Dompet Elektronikmu
Kronologi Singkat Insiden
Pukul 08.55 WIB, pilot pesawat Saudi Airlines melaporkan kepada AirNav Kualanamu bahwa terdapat dugaan adanya ancaman bom di dalam pesawat. Menyadari potensi bahaya, awak pesawat segera mengambil keputusan penting: melakukan divert landing, atau pendaratan darurat, ke Bandara Internasional Kualanamu, Sumatera Utara.
Dalam pernyataan resminya, Marsma TNI I Nyoman Suadnyana menegaskan, “Pesawat mendarat dengan selamat pada pukul 09.27 WIB dan saat ini berada di taxiway A5. Total penumpang dalam pesawat berjumlah 387 orang.”
Setelah pesawat berhasil mendarat, pihak militer dan keamanan sipil langsung bergerak cepat.
Koordinasi Lintas Lembaga: Respon Kilat Atasi Ancaman
Segera setelah menerima laporan pilot, AirNav Indonesia meneruskan informasi tersebut ke berbagai pihak terkait, termasuk:
- Pangkalan Udara (Lanud) TNI AU
- Tim Penjinak Bom (Jihandak) Kodam I/Bukit Barisan
- Satuan Brimob Polda Sumatera Utara
Ketiga unsur ini kemudian secara terpadu membentuk satuan khusus penanganan untuk mengevaluasi ancaman dan mengamankan lokasi pendaratan pesawat.
“Langkah cepat dilakukan dengan mengerahkan tim penanganan. Lanud telah berkoordinasi dengan Tim Jihandak Kodam I/Bukit Barisan serta Brimob Polda Sumut,” ujar Nyoman dalam keterangan tertulis.
Evakuasi dan Pemeriksaan Ketat: Protokol Standar Internasional
Proses evakuasi penumpang dilaksanakan dengan mematuhi prosedur keselamatan internasional. Seluruh 387 penumpang diturunkan dan langsung diarahkan menuju terminal utama untuk dilakukan screening atau pemeriksaan keamanan.
“Seluruh penumpang sudah dievakuasi ke Terminal Bandara dan sudah dilakukan screening dalam keadaan aman,” lanjutnya.
Screening tidak hanya dilakukan kepada para penumpang, tetapi juga menyeluruh pada badan pesawat serta seluruh barang bawaan kabin dan bagasi tercatat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memastikan tidak ada perangkat atau benda mencurigakan yang tertinggal.
Hasil Investigasi Awal: Dugaan Ancaman Bom adalah Hoaks
Merespons insiden tersebut, Kementerian Perhubungan Republik Indonesia turut memberikan keterangan resmi. Berdasarkan pemeriksaan dan investigasi awal dari otoritas keamanan, tidak ditemukan adanya bahan peledak atau indikasi nyata ancaman.
Kementerian memastikan bahwa laporan ancaman bom tersebut adalah hoaks. Kendati demikian, tindakan tanggap darurat tetap dipandang penting sebagai simulasi nyata kesiapsiagaan dan profesionalitas berbagai lembaga terkait.
Urgensi Sistem Tanggap Darurat dalam Dunia Penerbangan
Insiden ini membuka kembali diskursus penting mengenai pentingnya sistem tanggap darurat (emergency response system) yang terintegrasi di sektor transportasi udara. Dalam dunia penerbangan modern, waktu respons dan kualitas koordinasi antar-lembaga menjadi penentu keselamatan ratusan hingga ribuan nyawa.
Bandara-bandara internasional di Indonesia kini dipaksa untuk semakin memperkuat prosedur keamanan, termasuk simulasi ancaman bom, latihan evakuasi massal, serta kesiapan psikologis awak kabin.
Sementara itu, keterlibatan unsur militer dalam hal ini TNI AU dan Kodam I/Bukit Barisan juga menunjukkan bahwa Indonesia memiliki sistem militer-sipil yang adaptif untuk merespons potensi krisis.
Sisi Lain dari Ancaman Hoaks: Risiko, Trauma, dan Biaya Besar
Walaupun hasil akhir menyatakan tidak adanya bom, insiden seperti ini tetap menyisakan dampak psikologis bagi penumpang, awak kabin, hingga petugas darat. Belum lagi beban biaya operasional akibat divert landing, keterlambatan jadwal, pengalihan logistik, serta pemeriksaan mendetail.
Dalam kasus ini, satu sinyal bahaya mengakibatkan:
- Pengalihan penerbangan dari rute utama
- Mobilisasi personel keamanan
- Potensi penundaan jadwal bandara lainnya
- Peningkatan kewaspadaan internasional terhadap maskapai
Penguatan Regulasi dan Penindakan terhadap Pelaku Hoaks Penerbangan
Pihak berwenang menegaskan pentingnya edukasi kepada masyarakat terkait ancaman palsu. Dalam hukum penerbangan internasional maupun nasional, menyebarkan informasi palsu yang dapat membahayakan keselamatan penerbangan merupakan tindak pidana serius.
Dalam konteks Indonesia, ancaman palsu (hoaks) seperti ini dapat dijerat Pasal 437 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Pelaku bisa dikenai sanksi penjara hingga 8 tahun dan denda yang cukup besar.
Langkah preventif ini diperlukan demi menekan potensi kejadian serupa dan memberikan efek jera bagi pelaku.
Baca Juga: Tanggal 27 Juni 2025 Libur Apa? Long Weekend Akhir Bulan dan Simak Penjelasan Lengkapnya
Peningkatan Protokol Keamanan dalam Musim Haji
Insiden ini terjadi dalam periode padat yaitu musim haji 2025, di mana ribuan jemaah dari Indonesia melakukan penerbangan menuju atau pulang dari Tanah Suci. Oleh karena itu, otoritas penerbangan mengingatkan pentingnya kerja sama seluruh elemen, termasuk masyarakat dan maskapai, untuk meningkatkan kewaspadaan.
Kejadian pada penerbangan SVA 5688 menjadi refleksi bahwa ancaman terhadap penerbangan, meskipun hoaks, tidak bisa dianggap enteng. Dalam situasi genting, sinergi antara TNI AU, tim penjinak bom, kepolisian, otoritas bandara, serta maskapai menjadi kunci penyelamatan.
Keselamatan 387 jiwa bukan hanya bergantung pada teknologi, tetapi pada ketepatan respons manusia. Indonesia patut berbangga memiliki sistem pertahanan udara dan sipil yang mampu menangani situasi berisiko tinggi dengan tenang dan profesional.