POSKOTA.CO.ID - Pendidikan karakter bukanlah sekadar pelengkap kurikulum, melainkan jiwa yang menghidupi seluruh proses pembelajaran.
Oleh karena itu, guru membutuhkan strategi yang konkret, kontekstual, dan relevan agar nilai-nilai moral dapat tertanam dalam diri siswa.
Berikut beberapa pendekatan yang dapat diimplementasikan secara bertahap dan terukur di sekolah:
Mengintegrasikan Nilai ke dalam Setiap Mata Pelajaran
Berdasarkan penelitian dalam jurnal oaj.jurnalhst.com dan repository.uinjkt.ac.id, internalisasi karakter lebih efektif ketika disisipkan dalam materi dan tugas semua mata pelajaran.
Misalnya, dalam matematika, guru dapat menekankan kejujuran saat ujian dan kolaborasi dalam kerja kelompok.
Sementara di pelajaran bahasa Indonesia, siswa dapat diajak menulis esai reflektif tentang toleransi atau empati.
Menjadi Contoh Nyata bagi Siswa
Seperti yang dinyatakan Thomas Lickona dalam lib.unnes.ac.id, karakter siswa banyak dibentuk oleh keteladanan guru.
- Guru yang sabar, adil, tidak memihak, dan menghargai pendapat siswa secara tidak langsung mengajarkan nilai hormat dan etika.
- Konsistensi dalam keteladanan ini lebih berkesan bagi siswa daripada sekadar teori di kelas.
- Membiasakan Aktivitas yang Menguatkan Karakter
- Penelitian di journal.lpkd.or.id menunjukkan bahwa rutinitas seperti menyapa, menjaga kebersihan, atau memperingati hari moral dapat menumbuhkan tanggung jawab dan rasa hormat.
- Pemberian apresiasi kepada siswa yang disiplin atau jujur juga memperkuat pembentukan kebiasaan positif.
- Mendesain Pembelajaran Berbasis Pengalaman Langsung
- Konsep RECE (Reflective–Engage–Collaborative–Elaborative) dari frontiersin.org menekankan pentingnya aktivitas yang melibatkan siswa secara aktif, berpikir kritis, dan merefleksikan nilai-nilai yang dipelajari.
- Guru dapat menggunakan role-play, diskusi kelompok, atau proyek sosial kecil untuk menanamkan nilai gotong royong, keadilan, atau kepedulian.
Memanfaatkan Kearifan Lokal sebagai Materi Ajar
Pendekatan ethnopedagogi (ojs.arbain.co.id) membuktikan bahwa kearifan lokal adalah sumber pendidikan karakter yang kaya.
Guru dapat memanfaatkan cerita rakyat, tradisi gotong royong, atau budaya musyawarah dalam pembelajaran PPKn.
Bahkan, mengundang tokoh masyarakat atau orang tua untuk berbagi pengalaman dapat membuat pembelajaran lebih kontekstual.