POSKOTA.CO.ID - Kata “mekar” memiliki arti berkembang, menjadi terbuka (bunga mekar) atau mengurai. Kata mekar bisa juga berarti bertambah besar, luas. Bisa juga diartikan bertambah gendut untuk menyebut seseorang yang bertambah gemuk.
“Nggak enak ya kalau bilang gendut, utamanya kepada wanita, maka bahasa santunya mekar,” kata bung Heri mengawali obrolan warteg bersama sohibnya, mas Bro dan bang Yudi.
“Iya sih, karena biasanya wanita akan lebih enjoy jika berbadan langsing, lembut berisi, tetapi tidak gendut,” tambah Yudi.
“Tapi tak sedikit yang ingin mekar karena dinilai terlalu langsing,” ujar Heri.
“Kalau proses pemekaran badan, itu sih gampang. Yang sulit pemekaran wilayah,” kata Heri.
Baca Juga: Obrolan Warteg : Mirip Alcatraz
“Loh, kok ujungnya ngobrolin pemekaran wilayah, apa kalian lagi memperjuangkan pemekaran wilayah? ,” kata Yudi.
“Nggak juga. Meski daerah kami sudah saatnya dimekarkan menjadi provinsi, tetapi pemerintah masih menangguhkan pemekaran wilayah. Alasannya mayoritas daerah otonomi baru berkinerja buruk sehingga menjadi beban pemerintah,” jelas Heri.
Seperti diberitakan , berdasarkan Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) Kemendagri tahun 2021-2022 misalnya, 101 kabupaten baru memiliki kinerja rendah dan 25 sangat rendah. Hanya 54 kabupaten baru kinerja sedang dan satu tidak menyerahkan LPPD.
Baca Juga: Obrolan Warteg: Bukan Pendukung, Tak Dapat Bansos
“Melihat data ini, cukup beralasan pemerintah belum membuka moratorium pemekaran wilayah ,” ujar Yudi.
“Repotya lagi kalau untuk belanja pegawai saja tak mampu, gimana mau mendanai pembangunan. Kalau sudah demikian siapa yang dirugikan?,” urai Heri.
“Ya rugi semua. Pemdanya, masyarakatnya juga. Karena itu jangan terburu ingin pemekaran, jika belum siap segalanya, siap SDM nya, pendanaan dan lain sebagainya,” kata Yudi.
“Pemekaran wilayah bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik dan pembangunan karena fakta juga beberapa wilayah yang jauh dari pusat pemerintahan kabupaten kurang tersentuh pembangunan, karena jarak yang jauh sehingga menyulitkan pelayanan publik,” kata mas Bro.
“Tapi tak sedikit juga pemekaran sering kali dipicu oleh faktor politik dan ambisi kekuasaan, bukan kebutuhan riil masyarakat,” kata Heri.
Baca Juga: Obrolan Warteg: Saran Politik Adik untuk Kakak
“Itu yang perlu dipisah dan dipilah. Wilayah mana yang mendesak dimekarkan, karena kebutuhan riil atau ambisi politik semata,” kata Yudi.
“Sekarag tinggal pilih mekar tapi buruk atau tetap langsing, namun sehat dan kuat?,” kata mas Bro. (Joko Lestari)