Pakar Hukum Tata Negara: Pemakzulan Wakil Presiden Gibran Bukan Isu Sepele, Proses Hukum dan Politik Sangat Rumit

Minggu 15 Jun 2025, 10:37 WIB
Potret wapres Gibran. (Sumber: Dok. Poskota)

Potret wapres Gibran. (Sumber: Dok. Poskota)

POSKOTA.CO.ID – Pakar hukum tata negara Refly Harun menyatakan bahwa isu pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang belakangan mencuat bukanlah topik sembarangan. Ia menekankan bahwa prosedur hukum dalam konstitusi memerlukan syarat ketat serta dukungan politik yang kuat.

“Saya tidak menganggap Bang Karni mengangkat tema ini sebagai sesuatu yang tidak penting. Bahkan, iNews juga mengangkat soal pemakzulan ini. Jadi, ini hal penting,” ujar Refly, dikutip oleh Poskota dari kanal YouTube Indonesia Lawyers Club pada Minggu, 15 Juni 2025.

Refly menjelaskan bahwa mekanisme pemakzulan diatur dalam Pasal 7A dan 7B UUD 1945, yang dinilai lebih ketat dibandingkan aturan sebelum amandemen. Hal itu, menurutnya, merupakan pembelajaran dari peristiwa lengsernya Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang dianggap terlalu mudah dimakzulkan dengan subjektivitas politik.

“Setelah pengalaman itu, amandemen konstitusi menambahkan klausul hukum. Artinya, selain alasan politik, juga harus ada pembuktian hukum di Mahkamah Konstitusi,” kata Refly.

Baca Juga: Usulan Pemakzulan Wapres Gibran Dinilai Provokatif dan Tidak Penting oleh Projo

Ia menekankan bahwa frasa “dan/atau wakil presiden” dalam konstitusi memungkinkan pemakzulan dilakukan terhadap salah satu atau keduanya.

Refly juga mengungkapkan bahwa dukungan elite politik menjadi kunci. “Kalau elite-elite politik itu, tujuh atau delapan orang itu, sepakat, maka selesai semuanya. Tinggal Prabowo sepakat, Mega sepakat, Surya Paloh sepakat, dan lainnya,” katanya.

Namun, ia meragukan independensi Mahkamah Konstitusi dalam kondisi politik saat ini. “Hakim konstitusi bisa main ke kanan, bisa ke kiri, tergantung konstelasi politik,” ujar Refly.

Terkait substansi pemakzulan, Refly menyebutkan enam alasan utama dalam UUD 1945 yang dapat digunakan untuk memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden, yaitu: pelanggaran hukum berat, korupsi, penyuapan, pengkhianatan terhadap negara, perbuatan tercela, serta tidak memenuhi syarat sebagai pemimpin negara.

Baca Juga: Kontroversi Pemakzulan Wapres Gibran Makin Menguat, Pengamat Politik Beberkan Penjelasan Mencengangkan

Menurut Refly, laporan para purnawirawan TNI yang mengajukan usulan pemakzulan memiliki dasar. “Saya kira mereka tidak iseng. Walaupun berbeda pandangan politik, itu sah-sah saja. Justru yang menarik, kenapa para jenderal itu bisa berbeda pendapat setajam ini,” katanya.


Berita Terkait


News Update