Kontroversi Pemakzulan Wapres Gibran Makin Menguat, Pengamat Politik Beberkan Penjelasan Mencengangkan

Sabtu 14 Jun 2025, 10:42 WIB
Potret Wakil Presiden ke-8 Gibran Rakabuming Raka. (Sumber: Instagram Gibran Rakabuming)

Potret Wakil Presiden ke-8 Gibran Rakabuming Raka. (Sumber: Instagram Gibran Rakabuming)

POSKOTA.CO.ID – Kemungkinan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka tengah menjadi sorotan publik, menyusul surat terbuka dari ratusan purnawirawan TNI kepada MPR, DPR, dan DPD.

Isu ini semakin ramai diperbincangkan setelah mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menyatakan bahwa proses pemakzulan secara hukum bisa dilakukan, meski bergantung pada dinamika politik nasional.

Mahfud MD menyampaikan pandangannya melalui kanal YouTube resminya, “Mahfud MD Official”, dengan judul “Bisakah Wapres Jatuh di Tengah Jalan?”.

Dalam pernyataannya, ia menegaskan bahwa langkah para purnawirawan TNI yang menyurati lembaga tinggi negara merupakan bentuk aspirasi yang sah dalam negara demokrasi.

Baca Juga: Siapa Pangeran Mangkubumi? Sekjen Gibranku yang Disentil Rocky Gerung soal Wacana Pemakzulan

"Menurut saya benar dan itu lebih elegan, karena dilakukan tidak secara sembunyi-sembunyi. Para pensiunan yang tergabung dalam forum ini berhak melakukan itu," ujar Mahfud, dikutip oleh Poskota dalam kanal YouTube Hersubeno Point pada Sabtu, 14 Juni 2025.

Mahfud merujuk pada Pasal 7A dan 7B UUD 1945 hasil amandemen sebagai dasar hukum pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden. Ia menyebut bahwa terdapat lima alasan konstitusional untuk memberhentikan kepala negara, yaitu:

  • Pengkhianatan terhadap negara,
  • Korupsi dan penyuapan,
  • Kejahatan berat,
  • Perbuatan tercela,
  • Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden/Wakil Presiden.

Baca Juga: Profil Pangeran Mangkubumi, Sekjen Relawan Gibranku: Anak Siapa dan Apa Perannya Bela Gibran?

Namun demikian, Mahfud menekankan bahwa hukum adalah produk politik. Dengan kata lain, meski dasar hukum tersedia, pelaksanaan proses pemakzulan tetap bergantung pada keadaan politik di parlemen.

"Secara hukum memang ada alasan, tetapi dipersulit. Tetapi karena hukum produk politik, yang sulit itu pun kalau situasi politik berubah, bisa mudah melakukannya," ungkap Mahfud.

Sementara itu, pengamat politik Hersubeno Arief menilai bahwa kecil kemungkinan pemakzulan dapat berjalan di tengah dominasi koalisi besar pendukung pemerintahan Prabowo di DPR. Saat ini, hanya PDIP yang tidak tergabung dalam koalisi pemerintah.


Berita Terkait


News Update