JAKARTA, POSKOTA.CO.ID – Membangun ketahanan pangan yang tangguh tidak dapat hanya bertumpu pada peran pemerintah semata. Diperlukan kolaborasi lintas sektor yang melibatkan masyarakat sipil, dunia pendidikan, pelaku usaha, serta media untuk menciptakan sistem pangan yang adil dan berkelanjutan. Sejalan dengan semangat penguatan ketahanan pangan, inisiatif PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (Telkom) mendorong pemanfaatan digitalisasi dan menumbuhkan talenta digital Indonesia melalui program Innovillage yang telah memasuki tahun kelima dengan mengangkat tema pangan sebagai salah satu fokus inovasi.
Senior General Manager Social Responsibility Telkom Hery Susanto menyampaikan bahwa program Innovillage merupakan wujud nyata komitmen Telkom dalam mendukung pembangunan berkelanjutan melalui inovasi digital.
"Kami percaya bahwa inovasi sosial berbasis teknologi adalah kunci untuk menjawab tantangan nyata masyarakat, termasuk isu krusial seperti ketahanan pangan. Melalui Innovillage, kami mendorong mahasiswa untuk tidak hanya berpikir kreatif, tetapi juga solutif dan berdampak langsung. Inovasi seperti Semerbak-IoT dan Egg Pasteurize menjadi bukti bahwa talenta muda Indonesia mampu melahirkan terobosan yang relevan dengan kebutuhan lokal. Program ini bukan sekadar kompetisi, tetapi ekosistem kolaboratif yang terus kami perkuat agar kebermanfaatannya bisa dirasakan secara berkelanjutan oleh masyarakat sekitar,” ujar Hery dalam keterangannya Jumat, 13 Juni 2025.
Baca Juga: Tertunda Cair? 3 Langkah Mudah Atasi Status 'Verifikasi' pada BSU 2025
Isu swasembada pangan kembali menjadi sorotan di tengah kompleksitas tantangan ketahanan pangan global. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2024 Indonesia mengimpor sekitar 2,8 juta ton beras, 2,5 juta ton gandum, dan 600 ribu ton gula untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Di sisi lain, data Kementerian Pertanian yang menunjukkan bahwa distribusi pangan di Indonesia masih belum merata.
Sekitar 30 persen produksi pangan nasional masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, membuat daerah-daerah lain rentan terhadap kelangkaan dan fluktuasi harga. Kondisi ini menimbulkan suatu kontradiksi. Sebagai negara agraris, Indonesia seharusnya mampu mengandalkan kekuatan produksinya sendiri. Namun kenyataannya, ketergantungan pada impor sejumlah komoditas pokok masih tinggi.
Jika tidak segera diatasi, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri tak hanya mengancam stabilitas ekonomi, tetapi juga memperbesar risiko kerentanan sosial dan memperlebar kesenjangan antarwilayah.
Baca Juga: Kode Pengumuman PPPK Tahap 2 Tahun 2024, Pastikan Dapat Salah Satu dari 3 Kode Ini
Pemerintah menargetkan tercapainya swasembada pangan nasional pada tahun 2027 sebagai langkah strategis untuk memperkuat ketahanan pangan. Upaya ini dipandang penting mengingat ketersediaan pangan yang stabil merupakan faktor krusial dalam menjaga keberlangsungan negara. Namun, upaya mencapai swasembada pangan tentu tidak luput dari beragam tantangan.
Perubahan iklim, kondisi perekonomian global, gejolak harga pangan global, bencana alam, perkembangan teknologi dan sumber daya manusia (SDM), peningkatan jumlah penduduk, aspek distribusi, hingga alih fungsi lahan yang mencapai 100.000 hektare (ha) per tahun menjadi persoalan yang berpotensi menghambat cita-cita besar tersebut.
Dibutuhkan sinergi dan keterlibatan berbagai pemangku kepentingan, agar upaya menuju swasembada dan kedaulatan pangan menjadi lebih kokoh serta mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat secara merata.