POSKOTA.CO.ID - Pemerintah Aceh kembali menegaskan pentingnya kesepakatan tahun 1992 sebagai dasar penyelesaian sengketa empat pulau di perbatasan Aceh dan Sumatera Utara (Sumut).
Pernyataan ini disampaikan sebagai bentuk protes terhadap keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang dinilai mengabaikan kesepakatan tersebut dan hanya berpedoman pada batas darat dalam menetapkan status kepemilikan pulau.
Sengketa ini semakin memanas karena keempat pulau tersebut berada di wilayah yang berdekatan dengan blok migas lepas pantai.
Pemerintah Aceh menilai penetapan sepihak oleh Kemendagri tidak hanya melanggar kesepakatan lama, tetapi juga berpotensi memicu konflik berkepanjangan antara kedua provinsi.
Baca Juga: Aceh Terpecah? Wacana Pemekaran Provinsi Aceh Raya Mengemuka Cakup 5 Wilayah Ini
Kesepakatan 1992 Jadi Acuan Utama
Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Aceh, Syakir, menegaskan bahwa kesepakatan antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumut pada 1992, yang disaksikan Mendagri saat itu, harus menjadi landasan hukum. Pasalnya, hingga kini belum ada penetapan batas laut antara kedua provinsi.
“Harusnya kan ditetapkan dulu garis batas laut karena sudah ada kesepakatan Gubernur Aceh dan Gubernur Sumut pada tahun 1992 yang sampai dengan saat ini belum ada kesepakatan kedua gubernur yang merubah garis batas laut tersebut,” kata Syakir, Jumat 13 Juni 2025
Protes ini muncul setelah Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri, Safrizal Zakaria Ali, menyatakan bahwa penetapan status empat pulau didasarkan pada batas darat, mengingat batas laut belum disepakati. Namun, Syakir menilai argumen ini mengesampingkan kesepakatan lama.
"Kesepakatan 1992 telah menetapkan kepemilikan pulau-pulau tersebut kepada Aceh," tegasnya.
Baca Juga: Bukan Riau Atau Aceh, Ini Daerah di Indonesia yang Turun Salju hingga Membeku
Kritik atas Keputusan Sepihak Kemendagri
Syakir menyayangkan Kemendagri yang dinilai terburu-buru menetapkan status pulau meski sengketa masih berlangsung. Ia merujuk pada Permendagri Nomor 141 Tahun 2017 yang mewajibkan dokumen kesepakatan batas daerah sebagai pertimbangan utama.