Identitas Pembeli Keramik yang Menunjuk Pakai Kaki Terungkap? Netizen Ramai-Ramai Buru Sosok Viral di TikTok dan Twitter

Jumat 13 Jun 2025, 09:41 WIB
Potret pembeli keramik tunjuk pakai kaki viral, identitas customer songong diburu netizen TikTok. (Sumber: TikTok/@kangdennyofficial)

Potret pembeli keramik tunjuk pakai kaki viral, identitas customer songong diburu netizen TikTok. (Sumber: TikTok/@kangdennyofficial)

POSKOTA.CO.ID - Sebuah video singkat berdurasi 25 detik dari akun TikTok Mandiri Jaya Keramik menjadi viral di berbagai platform, terutama TikTok dan Twitter (kini X).

Dalam video tersebut, terlihat seorang wanita berpenampilan santai mengenakan kaos hitam, celana hitam, dan hijab abu-abu tengah menawar harga keramik.

Namun yang memicu kehebohan bukan isi tawar-menawarnya, melainkan gestur si pembeli yang menunjuk barang menggunakan kaki.

Tindakan yang dinilai tidak sopan itu memicu kemarahan penjual, yang langsung merespons dengan suara tinggi dan komentar pedas.

Baca Juga: Pengumuman PPPK 2024: Jadwal, Link dan Cara Ceknya

"Bu Haji, Songong Amat!" Respons Emosional dari Penjual

Ketegangan antara penjual dan pembeli dalam video tersebut bukan hanya perkara adab, tetapi juga cara menyampaikan kekesalan.

Penjual yang merasa dilecehkan secara simbolik dengan gestur kaki, merespons dengan menyebut si pembeli sebagai "Bu Haji" sebutan yang bernada sinis dalam konteks ini.

"Bu Haji, songong amat. Sampean punya duit berapa banyak?" ujar sang penjual, sambil menyindir keberadaan si pembeli yang datang dengan mobil jenis LCGC (Low Cost Green Car).

Ucapan ini langsung menjadi pemicu gelombang opini di kolom komentar. Netizen pun terbelah: ada yang membela penjual karena merasa tindakan menunjuk dengan kaki memang tidak pantas, namun ada pula yang mengkritik sang penjual karena menyindir status kendaraan pembeli dianggap tidak relevan dengan substansi permasalahan.

Netizen: "Bukan Masalah Mobilnya, Tapi Adabnya!"

Video tersebut telah ditonton lebih dari 12,4 juta kali dan mengundang hampir 10 ribu komentar, mayoritas berasal dari netizen Indonesia yang terkenal ekspresif dalam menanggapi isu-isu viral.

Komentar seperti:

Point-nya bukan di mobil LCGC, tapi nunjuk make kaki, astaga...” – @Dewi A.M.

Bukan masalah mobilnya. Tapi adab sopan santun.” – @Nakeisha.Store

"Untung mobil LCGC gue udah dijual. Aman...” – @Hendar Dede

Menunjukkan bahwa publik lebih sensitif terhadap gesture simbolik yang dianggap menandakan kurangnya adab, dibanding atribut sosial-ekonomi seperti jenis mobil.

Siapa Sebenarnya Wanita dalam Video Tersebut?

Menariknya, wajah pembeli dalam video tidak terlihat jelas karena menghadap belakang. Ini membuat identitasnya tetap misterius hingga kini.

Meski penjual menyebutnya dengan sapaan “Bu Haji,” tidak ada konfirmasi lebih lanjut siapa sebenarnya wanita tersebut. Apakah ia sekadar pembeli biasa, atau sosok dengan latar belakang sosial tertentu, tetap menjadi pertanyaan publik.

Beberapa spekulasi di Twitter menyebut bahwa tindakan penjual yang menyindir dengan lantang bisa memunculkan implikasi hukum, terutama jika identitas pembeli terbongkar tanpa persetujuan.

Etika Transaksi: Di Antara Hak Penjual dan Sikap Pembeli

Dalam budaya ketimuran, gestur tubuh memiliki makna yang dalam. Menunjuk dengan kaki, terlebih dalam konteks jual-beli, bisa dianggap sebagai bentuk penghinaan.

Dalam konteks ini, penjual bukan hanya marah karena harga ditawar rendah, tetapi karena merasa harga dirinya diinjak secara simbolik tepatnya dengan kaki.

Namun demikian, tanggapan emosional penjual yang menyebut kata-kata kasar, seperti "tahi kucing" dan menyuruh pergi sambil menyindir mobil "LCGC butut", menimbulkan diskursus baru: Apakah respons seperti itu pantas dalam dunia usaha yang mengutamakan pelayanan?

Dimensi Kelas Sosial: Ketika LCGC Jadi Simbol yang Dipermasalahkan

Ungkapan "timbang naik LCGC butut, pergi-pergi gak usah di toko kami!" dari penjual memunculkan wacana kelas sosial yang tak terhindarkan dalam percakapan publik.

LCGC, yang dirancang sebagai kendaraan ramah lingkungan dan terjangkau untuk masyarakat menengah bawah, menjadi bahan ejekan padahal fungsinya bukan sebagai indikator status sosial.

Respons publik pun sebagian besar menolak narasi tersebut. Dalam banyak komentar, netizen membela bahwa kendaraan bukan ukuran nilai seseorang, dan tidak seharusnya dijadikan bahan olokan.

Perseteruan Digital yang Jadi Cermin Sosial

Fenomena seperti ini menunjukkan bagaimana media sosial dapat memperbesar interaksi biasa menjadi diskursus sosial yang kompleks. Dari satu video pendek, lahirlah debat tentang:

  • Etika dan adab konsumen
  • Profesionalisme pedagang
  • Simbolisme kelas sosial
  • Emosi kolektif netizen

Persoalan ini bahkan bisa menjadi refleksi bagaimana masyarakat kita memandang kesopanan, pelayanan, hingga konsumsi simbolik seperti jenis mobil yang digunakan.

Baca Juga: Profil Pangeran Mangkubumi, Sekjen Relawan Gibranku: Anak Siapa dan Apa Perannya Bela Gibran?

Tidak Ada Pihak yang Sepenuhnya Benar?

Dalam dunia bisnis ritel, pelanggan memang penting, namun batasan sikap tetap perlu ditegakkan. Menunjuk barang dengan kaki, terutama dalam budaya Indonesia yang menjunjung tinggi kesopanan, jelas merupakan tindakan kurang pantas.

Namun, sebagai penjual, tanggapan kasar dan penuh emosi juga dapat berdampak buruk pada citra usaha. Terlebih di era digital, satu momen bisa menjadi viral dan berdampak pada keberlanjutan usaha itu sendiri.

Peristiwa viral ini menjadi pembelajaran bahwa tindakan kecil di ruang publik dapat berdampak besar saat direkam dan dibagikan ke media sosial. Baik pembeli maupun penjual harus menyadari bahwa interaksi mereka bukan hanya soal transaksi ekonomi, tetapi juga soal etika dan representasi diri.

Kita mungkin tidak akan tahu siapa wanita yang menunjuk keramik dengan kaki itu. Namun yang lebih penting dari identitasnya adalah pelajaran yang bisa kita ambil tentang bagaimana bersikap, bagaimana menanggapi, dan bagaimana menjaga martabat di ruang publik yang kini sangat mudah terdokumentasi.


Berita Terkait


News Update