POSKOTA.CO.ID - Kasus pemalsuan uang kerap kali dikaitkan dengan jaringan terorganisir dan teknologi canggih. Namun, insiden yang terjadi di Kota Palopo, Sulawesi Selatan, baru-baru ini menunjukkan bahwa praktik melawan hukum tersebut kini bahkan dapat dilakukan secara individual dan dengan alat sederhana.
Seorang mahasiswa berinisial ST (19 tahun) menjadi sorotan publik setelah diketahui mencetak uang palsu menggunakan printer rumahan dan mencoba mengedarkannya melalui transaksi kecil di warung dan supermarket.
Kasus ini mencerminkan kekhawatiran terhadap penyalahgunaan teknologi digital dalam tindak kriminal oleh kalangan muda. Lebih dari sekadar kasus kriminal, insiden ini mengungkapkan kurangnya pemahaman hukum, etika, serta potensi penyalahgunaan alat-alat kantor biasa dalam tindakan melawan hukum.
Menurut laporan dari akun TikTok @roastingcup yang pertama kali mengungkap insiden ini ke publik, pelaku berinisial ST mencetak uang palsu pecahan Rp100 ribu dengan menggunakan printer Epson L3210. Printer tersebut dikenal sebagai printer multifungsi yang umum digunakan untuk mencetak dokumen kantor dan tugas sekolah.
Modus Operandi: Transaksi Kecil yang Akhirnya Terbongkar
Kejadian bermula saat pelaku mencoba mengedarkan uang palsu tersebut dengan membelanjakannya untuk membeli es di sebuah warung kecil.
Dalam transaksi pertama, pemilik warung tidak menyadari bahwa uang yang diterimanya adalah palsu. Hal ini terjadi karena pelaku memilih waktu dan kondisi yang minim pengawasan, serta nominal transaksi yang kecil sehingga fokus pemilik warung lebih tertuju pada kembalian.
Namun, ketika pelaku mengulangi perbuatannya untuk kedua kalinya di warung yang sama, pemilik warung mulai mencurigai keaslian uang yang diterimanya.
Setelah memeriksa secara seksama dan menyadari adanya kejanggalan pada kualitas kertas dan cetakan uang, pemilik warung segera melaporkan kejadian tersebut ke pihak kepolisian.
Penangkapan Pelaku: Ditemukan Alat Bukti di Kos
Pihak Polres Palopo segera melakukan penyelidikan atas laporan tersebut. Dalam waktu singkat, penyidik berhasil melacak keberadaan pelaku dan menangkapnya di kos yang berada di Perumahan Permata Hijau, Kelurahan Bara, Kota Palopo.
Dalam penggeledahan, polisi menemukan barang bukti berupa printer Epson L3210 yang digunakan untuk mencetak uang palsu, sejumlah uang palsu siap edar, serta sisa bahan yang digunakan dalam proses pemalsuan.
Identitas Pelaku dan Motif yang Mencengangkan
Pelaku diketahui masih berstatus sebagai mahasiswa aktif di salah satu perguruan tinggi di Kota Palopo. Meski pihak kepolisian belum merilis secara resmi identitas lengkapnya, pelaku diketahui berinisial ST, berusia 19 tahun.
Salah satu komentar yang viral di media sosial menyebutkan bahwa tindakan pelaku sebenarnya merupakan bentuk realisasi dari impiannya saat kecil. Akun TikTok @kiaaa menyindir bahwa pelaku pernah bercita-cita mencetak uang dan akhirnya terwujud setelah memiliki printer.
Komentar lain dari netizen @inafasya juga menyentil bahwa kualitas kertas dan hasil cetakan seharusnya bisa dikenali dengan mudah sebagai palsu. “Kok bisa nggak bisa bedain, kertas A4 loh beda banget,” tulisnya.
Ancaman Hukum dan Implikasi Sosial
Pelaku dapat dijerat dengan Pasal 36 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang yang menyatakan bahwa setiap orang yang memalsukan rupiah dan mengedarkannya diancam dengan pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp50 miliar.
Kasus ini bukan hanya menjadi pengingat keras bagi kalangan muda untuk tidak bermain-main dengan hukum, tetapi juga menunjukkan pentingnya literasi hukum dan etika digital.
Ketersediaan alat cetak murah tidak semestinya dimanfaatkan untuk kegiatan kriminal. Hal ini juga menimbulkan kekhawatiran mengenai potensi meningkatnya pemalsuan uang oleh individu yang menganggap tindakan tersebut sebagai lelucon atau eksperimen.
Respon Publik dan Media Sosial
Setelah kasus ini mencuat, banyak warganet penasaran dengan identitas lengkap pelaku. Namun, hingga kini pihak berwajib hanya menyebutkan inisialnya.
Netizen terbelah antara yang menyesalkan tindakan pelaku dan yang menyikapinya secara sarkastik dengan nada bercanda.
Beberapa netizen menyebutkan bahwa fenomena ini adalah cerminan dari kurangnya edukasi finansial dan hukum di kalangan remaja serta mahasiswa.
Tidak sedikit pula yang mengkritik sistem pengawasan toko dan warung yang dinilai terlalu longgar dalam memeriksa keaslian uang.
Baca Juga: Butuh Konsultasi Psikolog Gratis? Coba JakCare, Layanan Kesehatan Mental 24 Jam dari Pemprov DKI
Pentingnya Deteksi Dini dan Edukasi Uang Palsu
Kasus ini menjadi momentum penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, khususnya pelaku usaha kecil, agar mampu mendeteksi uang palsu sejak awal. Kualitas cetak, tekstur kertas, serta fitur keamanan pada uang asli seperti watermark, benang pengaman, dan tinta berubah warna merupakan indikator penting yang wajib diketahui.
Pemerintah dan pihak perbankan juga diimbau untuk kembali menggencarkan kampanye anti-uang palsu, terutama di era zaman serba maju ini di mana berbagai tutorial mencetak dokumen tersebar luas di internet.
Kasus mahasiswa di Palopo yang mencetak uang palsu dengan printer rumahan menyentuh berbagai aspek mulai dari teknologi, moral, hingga hukum.
Tindakan pelaku menunjukkan bahwa teknologi sederhana pun bisa dimanfaatkan untuk tujuan kriminal bila tidak diimbangi dengan etika dan literasi hukum yang memadai.
Penangkapan ini menjadi pelajaran penting bagi masyarakat luas tentang bahaya penyalahgunaan alat teknologi. Lebih jauh lagi, ini menjadi pengingat bagi para pemuda bahwa kebebasan berekspresi dan bereksperimen harus tetap berada dalam koridor hukum dan tanggung jawab sosial.