POSKOTA.CO.ID - Di tengah padang savana Afrika, seekor cheetah berlari kencang, mengejar harapannya untuk bertahan hidup. Dalam keheningan gerakannya, terdengar doa lirih: “Tuhan, aku lapar...” Tak jauh darinya, seekor gazelle berlari dengan segenap sisa tenaga, menghembuskan napas takut, “Tuhan, selamatkan aku...”
Pertanyaannya kemudian muncul: doa siapakah yang dikabulkan?
Pertanyaan ini bukan sekadar teka-teki spiritual atau perenungan metafisika. Ia adalah simbol dari ketegangan yang konstan dalam kehidupan antara harapan dan kenyataan, antara usaha dan takdir, antara peran sebagai yang mengejar dan sebagai yang dikejar.
Doa: Harapan atau Klaim atas Takdir?
Melansir dari Instagram @hypn0holic, dalam pandangan religius maupun spiritual, doa kerap dipandang sebagai sarana permohonan kepada Yang Maha Kuasa.
Manusia berdoa untuk meminta perlindungan, rezeki, kesehatan, hingga keajaiban. Namun, ada satu aspek yang sering kali luput dari pemahaman umum: bahwa doa bukan jaminan atas hasil, melainkan proses kehadiran dan kesadaran.
Ketika seekor cheetah berdoa karena lapar, dan seekor gazelle berdoa karena takut, keduanya sedang mengajukan harapan kepada Tuhan dari posisi yang sama-sama genting.
Namun, Tuhan tidak menjatuhkan pilihan secara acak seperti melempar dadu. Tidak juga Dia memilih berdasarkan siapa yang lebih pantas secara kasatmata.
Yang bekerja di balik layar adalah harmoni kehidupan sebuah sistem besar yang memuat sebab-akibat, peran, dan keseimbangan yang lebih luas dari kepentingan personal.
Melampaui Perspektif Hitam-Putih
Dalam kehidupan manusia, kita pun mengalami dilema yang serupa. Seorang pekerja yang tekun bisa berdoa agar usahanya membuahkan hasil, sementara orang lain berdoa agar diberi kekuatan menghadapi kemunduran. Di sisi lain, seorang pasien memohon kesembuhan, sementara dokter memohon kesuksesan dalam pengobatan.
Kehidupan tidak dibagi dalam kubu menang dan kalah.