KEBAYORAN BARU, POSKOTA.CO.ID - Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya menggelar Focus Group Discussion (FGD) membahas konflik agraria dan premanisme di wilayah Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jadetabek), Kamis, 13 Juni 2025.
"Permasalahan agraria seringkali menjadi pemicu konflik yang dimanfaatkan oleh oknum-oknum untuk melakukan aksi premanisme," kata Dirreskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Wira Satya Triputra di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis, 12 Juni 2025.
Wira menjelaskan, pihaknya juga menyusun langkah konkret dan berkelanjutan dalam menanggulangi permasalahan tersebut. Perwakilan dari Pemprov Jakarta, Pemprov Jawa Barat, dan Pemprov Banten turut hadir memberikan pandangan mereka tentang penanganan konflik lahan di wilayah masing-masing.
"Negara tidak boleh kalah oleh premanisme dalam bentuk apa pun. Itu komitmen kami, negara tidak boleh kalah oleh aksi premanisme," ucap dia.
Baca Juga: Polresta Tangerang Tangkap 7 Preman Pemalak Sopir Truk
Selain itu, masyarakat juga diimbau segera melaporkan konflik agraria yang mengarah pada praktik premanisme. Ia menegaskan, pihaknya siap menindak bersama stakeholder terkait.
Sementara itu, Dirjen Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan ATR/BPN, Ilyas Tedjo Prijono menyampaikan, konflik agraria kerap dimanfaatkan pihak-pihak tertentu mencari celah, misalkan pendudukan ilegal atas lahan. Ia menyebut sinergi lintas sektor menjadi kunci utama dalam menyelesaikan persoalan ini secara adil dan berkeadilan.
"Kita harus pastikan apakah pendudukan itu sah secara hukum atau tidak. Jika tidak, maka penegakan hukum wajib dilakukan agar masyarakat yang benar-benar memiliki hak atas tanah bisa terlindungi," ujarnya.
Menurutnya, negara seharusnya tidak boleh membiarkan mafia tanah memutarbalikkan fakta. Ilyas menilai, kolaborasi antara aparat penegak hukum, kementerian, dan pemerintah daerah sangat penting, termasuk dukungan dokumen resmi dari ATR/BPN.
Baca Juga: Polisi Akui Tak Bisa Bubarkan Ormas Terlibat Premanisme
"Jangan sampai mafia tanah berteriak sebagai korban, sementara korban yang sebenarnya justru dikira pelaku. Ini yang harus kita luruskan bersama-sama," ujarnya.