Terungkap! Sosok di Balik Kapal JKW Mahakam dan Dewi Iriana Diduga Terkait Tambang Nikel Papua, Siapa Pemiliknya?

Senin 09 Jun 2025, 09:33 WIB
Siapa Pemilik Asli Kapal JKW Mahakam? Jejaknya Menyeret Tambang Nikel Raja Ampat. (Sumber: X/@jondhez)

Siapa Pemilik Asli Kapal JKW Mahakam? Jejaknya Menyeret Tambang Nikel Raja Ampat. (Sumber: X/@jondhez)

Sebuah unggahan di platform X (dulu Twitter) oleh akun @Aqfiazfan menyebutkan bahwa mayoritas muatan ornikel (ore nikel) dari pulau-pulau di Raja Ampat diangkut oleh kedua kapal tersebut. Unggahan itu pun viral dan memicu rasa ingin tahu publik mengenai siapa pemilik sebenarnya dari kapal-kapal itu.

Beberapa laporan menyebut bahwa kapal JKW Mahakam dan Dewi Iriana dimiliki oleh anak usaha dari PT IMC Pelita Logistik Tbk, perusahaan publik yang bergerak di bidang logistik kelautan. Namun hingga kini belum ada klarifikasi resmi dari pihak perusahaan terkait aktivitas kedua kapal tersebut di perairan Raja Ampat.

Transparansi dan Tanggung Jawab Sosial

Ketiadaan transparansi mengenai data kapal, jalur distribusi hasil tambang, serta identitas pemiliknya memperkeruh situasi. Masyarakat menuntut agar pemerintah mempublikasikan data secara terbuka demi mencegah spekulasi liar dan dugaan pelanggaran hukum.

Menurut Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Tambang (KMSRT), pemerintah seharusnya bertindak lebih progresif dengan melakukan audit lingkungan dan menyusun kebijakan yang berfokus pada keberlanjutan ekosistem, bukan hanya pada pertumbuhan ekonomi jangka pendek.

Dalam konteks tata kelola sumber daya alam, prinsip Free, Prior and Informed Consent (FPIC) dari masyarakat adat setempat harus menjadi syarat utama sebelum izin pertambangan diberikan.

Raja Ampat: Antara Konservasi dan Ekonomi

Dilema utama yang dihadapi saat ini adalah tarik menarik antara kebutuhan pembangunan ekonomi dan konservasi lingkungan. Di satu sisi, Indonesia tengah gencar mengembangkan industri baterai listrik yang membutuhkan pasokan nikel dalam jumlah besar. Di sisi lain, kerusakan ekologis yang ditimbulkan dari aktivitas tambang bisa bersifat permanen.

Raja Ampat, sebagai kawasan konservasi laut nasional dan pusat ekowisata, seharusnya menjadi zona larangan tambang (no-go zone). Potensi pendapatan dari pariwisata berkelanjutan bisa jauh lebih besar dan tahan lama dibandingkan dari eksploitasi sumber daya alam yang tidak terbarukan.

Baca Juga: Kezia Ivanka Viral Usai Bawa BMW M4 Adu Cepat Lawan WHOOSH di Tol Cipularang, Siapakah Dia?

Panggilan untuk Aksi Nasional

Kontroversi tambang nikel di Raja Ampat dan keterlibatan kapal pengangkut seperti JKW Mahakam serta Dewi Iriana telah membuka mata publik terhadap tantangan besar dalam tata kelola lingkungan hidup Indonesia.

Saat ini adalah momentum yang tepat bagi pemerintah untuk membuktikan komitmen mereka terhadap agenda pembangunan berkelanjutan.

Langkah-langkah yang mendesak untuk dilakukan mencakup:

  • Moratorium izin tambang di kawasan konservasi.
  • Audit independen terhadap semua aktivitas tambang di Raja Ampat.
  • Peninjauan ulang seluruh izin yang sudah diterbitkan sejak 2017.
  • Penguatan partisipasi masyarakat adat dalam proses pengambilan keputusan.

Raja Ampat bukan hanya milik Indonesia, tetapi juga milik dunia sebagai salah satu kawasan biodiversitas laut terbesar yang masih tersisa. Kerusakan yang terjadi di sana tidak hanya menjadi isu nasional, melainkan juga mencoreng nama Indonesia di mata dunia.


Berita Terkait


News Update