Raja Ampat telah lama dikembangkan sebagai kawasan ekowisata berkelanjutan. Kehadiran industri ekstraktif seperti pertambangan bertentangan langsung dengan visi pelestarian tersebut. Dampak jangka panjang dari aktivitas tambang meliputi pencemaran air laut, sedimentasi, dan terganggunya jalur migrasi biota laut.
Kondisi ini menimbulkan dilema antara mengejar pertumbuhan ekonomi melalui hilirisasi sumber daya versus menjaga keberlanjutan alam.
Para aktivis lingkungan menyebut bahwa kerusakan ekologis yang ditimbulkan jauh lebih besar daripada nilai ekonomi jangka pendek yang dihasilkan.
Baca Juga: Tabel Pinjaman Rp100 Juta KUR BRI 2025 Cicilan Mulai Rp1 Jutaan, Cek Syarat dan Caranya di Sini!
Tuntutan terhadap Pemerintah dan Perusahaan
Masyarakat sipil dan organisasi lingkungan menuntut transparansi dari perusahaan tambang serta peningkatan pengawasan dari pemerintah.
Regulasi yang ketat terhadap dokumen AMDAL, PPKH, serta audit lingkungan diperlukan untuk memastikan bahwa tidak ada eksploitasi tanpa pengawasan. Selain itu, keterlibatan masyarakat lokal sebagai penjaga warisan ekologis harus diperkuat.
Raja Ampat adalah warisan dunia yang tidak bisa digantikan. Upaya mempertahankan kelestarian kawasan ini memerlukan sinergi antara pemerintah, masyarakat adat, LSM, dan pelaku industri. Tanpa pengawasan ketat dan kebijakan yang berpihak pada lingkungan, kita berisiko kehilangan surga terakhir Indonesia.