POSKOTA.CO.ID - Kasus Ancaman Video Intim: Skandal Kekerasan Digital Mengguncang Dunia Hiburan KoreaIndustri hiburan Korea Selatan kembali diguncang oleh skandal yang mencuat ke publik, memperlihatkan sisi gelap dari hubungan pribadi selebriti dan kerentanan mereka terhadap kekerasan digital.
Seorang wanita yang diidentifikasi hanya sebagai "A", mantan kekasih dari seorang idol pria ternama, resmi dijatuhi hukuman atas tindakan ancaman penyebaran video intim yang terekam selama masa hubungan mereka.
Divisi Kriminal ke-12 Pengadilan Distrik Timur Seoul menjatuhkan vonis satu tahun penjara kepada terdakwa "A", namun dengan penangguhan selama dua tahun.
Artinya, "A" tidak akan menjalani masa tahanan secara langsung kecuali melakukan pelanggaran hukum lain dalam kurun waktu tersebut.
Baca Juga: Siapa Amir Warga Libya yang Viral Saat Haji 2025? Kisahnya Jadi Inspirasi Bagi yang Mau Berhaji
Pelanggaran Privasi dan Kekerasan Psikologis
"A" dinyatakan bersalah berdasarkan Undang-Undang Kasus Khusus Mengenai Hukuman Kejahatan Seksual, terutama karena mengancam menggunakan materi pribadi yang diperoleh tanpa persetujuan.
Perilaku ini tergolong sebagai bentuk kekerasan digital, yakni tindakan kekerasan yang memanfaatkan teknologi untuk melukai korban secara psikologis dan sosial.
Dalam persidangan, diketahui bahwa "A" beberapa kali mengancam korban, yang diidentifikasi sebagai "B", seorang idol pria yang cukup dikenal publik.
Ancaman ini mencakup kalimat manipulatif seperti, "Berhentilah menjadi seorang idol, satu-satunya jalan yang tersisa untukmu adalah militer." Ucapan tersebut menggambarkan tekanan psikologis yang sangat berat terhadap korban, yang tidak hanya terancam secara karier tetapi juga secara emosional.
Kronologi Ancaman dan Intimidasi
Kasus ini bermula pada 10 Desember 2021, ketika "A" mengirim pesan kepada "B" melalui media sosial, berisi ancaman akan menyebarkan rekaman video intim mereka. Tidak hanya itu, "A" juga mengirim tangkapan layar dari video sebagai bentuk tekanan tambahan.
Insiden lanjutan terjadi pada 31 Desember 2021, di mana "A" menemui "B" secara langsung. Pertemuan itu berujung pada pertengkaran dan upaya pengrusakan kendaraan milik korban.
Kemudian pada 4 Januari 2022, "A" kembali menghubungi "B" lewat aplikasi pesan, menegaskan bahwa ia tidak akan berhenti mengedarkan rekaman tersebut dan berniat terus menyakiti korban secara mental dengan pernyataan seperti, "Kamu akan hancur."
Putusan Pengadilan dan Implikasi Hukum
Dalam putusannya, pengadilan tidak hanya menjatuhkan hukuman penjara bersyarat, tetapi juga mewajibkan "A" mengikuti program rehabilitasi selama 40 jam terkait kekerasan seksual.
Selain itu, terdakwa dilarang bekerja di institusi yang melibatkan anak-anak, remaja, dan penyandang disabilitas selama empat tahun ke depan.
Langkah ini menegaskan sikap tegas pemerintah Korea Selatan dalam menanggapi kekerasan digital dan pelecehan seksual yang terjadi dalam lingkup hubungan pribadi.
Hal ini sekaligus menunjukkan komitmen terhadap perlindungan korban, khususnya dalam kasus yang melibatkan selebriti dan risiko penyebaran konten pribadi.
Reaksi Publik dan Dampak Sosial
Publik memberikan beragam respons terhadap kasus ini. Banyak netizen menunjukkan simpati kepada korban yang mengalami tekanan mental dan risiko kehancuran karier akibat penyebaran materi sensitif. Di sisi lain, tindakan "A" juga menuai kecaman keras karena dianggap sebagai bentuk kekerasan emosional dan pelanggaran serius terhadap privasi seseorang.
Kasus ini menjadi pelajaran penting mengenai pentingnya batasan dalam hubungan pribadi, terutama yang melibatkan figur publik.
Dalam era digital, rekaman dan dokumentasi pribadi dapat berubah menjadi alat kekerasan ketika digunakan tanpa persetujuan untuk merusak reputasi atau menekan seseorang.
Industri Hiburan dan Tantangan Perlindungan PrivasiIndustri hiburan Korea Selatan dikenal ketat dalam menjaga citra dan reputasi para idol. Namun, tekanan publik dan media terkadang membuat selebriti rentan terhadap eksploitasi privasi, terutama ketika menyangkut hubungan pribadi yang gagal.
Penting bagi agensi hiburan dan lembaga hukum untuk menciptakan sistem perlindungan yang tidak hanya melibatkan keamanan fisik, tetapi juga aspek digital dan psikologis dari para selebriti. Penguatan undang-undang privasi, pengawasan konten digital, dan akses psikolog bagi korban menjadi langkah yang sangat dibutuhkan.
Baca Juga: Posko SPMB Jakarta Pastikan Bisa Selesaikan Kendala Sistem Pendaftaran Murid Baru
Harapan untuk Pemulihan dan Keadilan
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari agensi atau idol pria yang menjadi korban. Meski demikian, publik berharap agar proses hukum ini dapat memberi keadilan dan memungkinkan sang idol untuk melanjutkan kariernya tanpa beban masa lalu.
Kasus ini menjadi pengingat keras bahwa tindakan kekerasan digital bisa berdampak panjang, baik bagi pelaku maupun korban.
Oleh karena itu, edukasi tentang etika digital, persetujuan dalam hubungan, serta pentingnya menjaga privasi menjadi semakin relevan untuk digaungkan di tengah masyarakat modern.