Diskon Listrik 50% Juni 2025 Dibatalkan, Pemerintah Alihkan Anggaran untuk BSU

Selasa 03 Jun 2025, 10:29 WIB
Sri Mulyani Hapus Diskon Listrik Juni 2025, Bantuan Langsung Tunai Jadi Prioritas. (Sumber: Pinterest)

Sri Mulyani Hapus Diskon Listrik Juni 2025, Bantuan Langsung Tunai Jadi Prioritas. (Sumber: Pinterest)

POSKOTA.CO.ID - Pemerintah Indonesia resmi membatalkan program diskon tarif listrik sebesar 50% yang sebelumnya direncanakan berlaku bagi pelanggan rumah tangga dengan daya 450 VA hingga 1.300 VA selama periode Juni hingga Juli 2025.

Dalam pernyataan resmi, Presiden Prabowo Subianto bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa keputusan ini diambil untuk mengalihkan fokus pada program Bantuan Subsidi Upah (BSU) yang dinilai lebih siap dari sisi data dan mekanisme pelaksanaan.

Latar Belakang Pembatalan Diskon Listrik 50%

Awalnya, diskon listrik 50% dimaksudkan sebagai salah satu komponen paket stimulus ekonomi yang ditujukan untuk meringankan beban biaya hidup masyarakat kelas bawah di tengah tren inflasi global dan ketidakpastian ekonomi pasca pandemi.

Baca Juga: Gaji ke-13 PNS Resmi Dicairkan, Tunjangan Ini Bisa Tembus Rp30 Juta

Program ini menyasar rumah tangga berdaya rendah yang rentan terdampak fluktuasi harga kebutuhan pokok.

Namun, rencana tersebut kandas karena persoalan teknis dan administratif yang tak kunjung rampung. Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan bahwa proses penganggaran untuk diskon listrik mengalami keterlambatan signifikan sehingga tidak memungkinkan implementasi pada waktu yang telah direncanakan. Apabila dipaksakan, manfaatnya tidak akan dirasakan tepat waktu oleh masyarakat.

“Untuk memberikan dampak nyata pada bulan Juni dan Juli, kami butuh skema yang siap dari sisi anggaran, data, dan distribusi. Program diskon listrik tidak memenuhi ketiganya. Maka, diputuskan untuk dialihkan ke BSU,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kompleks Istana Negara.

Selain keterlambatan anggaran, Sri Mulyani juga menekankan bahwa kompleksitas birokrasi dan kurangnya kesiapan infrastruktur data menjadi tantangan besar.

Sebaliknya, program BSU dinilai lebih efisien karena data penerima sudah tersedia melalui BPJS Ketenagakerjaan.

BSU Sebagai Alternatif yang Lebih Efektif

Bantuan Subsidi Upah (BSU) bukanlah program baru, tetapi telah mengalami optimalisasi dari sisi cakupan dan besaran manfaat pada tahun 2025.

Program ini menyasar pekerja formal, termasuk guru honorer, dengan gaji di bawah Rp 3,5 juta per bulan. Pemerintah memperkirakan bahwa dengan besaran bantuan yang diperbesar, dampak ekonominya akan setara bahkan lebih unggul dibandingkan diskon listrik.

Berbeda dengan program diskon listrik yang memerlukan kerja sama dengan PLN dan sejumlah kementerian teknis, penyaluran BSU dinilai lebih ringkas.

Data penerima telah tersaring dan tervalidasi oleh BPJS Ketenagakerjaan sehingga risiko penyaluran tidak tepat sasaran dapat diminimalkan.

Pemerintah menilai langkah ini sebagai penyesuaian strategis, bukan bentuk pengurangan komitmen terhadap perlindungan masyarakat. Fokus utama tetap untuk menjaga daya beli masyarakat, dengan skema yang paling responsif terhadap kebutuhan lapangan dan tantangan teknis pelaksanaan.

5 Paket Stimulus Ekonomi Periode Juni–Juli 2025

Sebagai bentuk kompensasi atas pembatalan diskon listrik, pemerintah tetap meluncurkan lima paket stimulus ekonomi untuk menggerakkan ekonomi nasional, menjaga konsumsi rumah tangga, serta mendukung pertumbuhan ekonomi inklusif.

1. Diskon Transportasi Umum

Pemerintah memberikan potongan tarif untuk kereta api, bus antarkota, kapal laut, hingga MRT dan LRT di kota-kota besar. Tujuannya untuk mendukung mobilitas masyarakat, khususnya selama liburan sekolah yang menjadi momen peningkatan konsumsi domestik.

2. Diskon Tarif Tol Nasional

Diskon tarif tol diberikan secara bertahap di berbagai ruas jalan tol strategis. Hal ini diyakini dapat mendorong aktivitas ekonomi antardaerah serta mempermudah distribusi logistik.

3. Tambahan Bantuan Sosial (Bansos)

Program bansos diperkuat melalui pengalokasian dana tambahan ke dalam Program Keluarga Harapan (PKH) dan pembagian paket sembako. Fokus bantuan ini adalah rumah tangga dengan anggota lanjut usia, anak usia sekolah, dan penyandang disabilitas.

4. Bantuan Subsidi Upah (BSU)

Program BSU diperluas bukan hanya dari sisi jumlah penerima tetapi juga besaran bantuannya. Setiap penerima akan memperoleh Rp 1,5 juta secara bertahap dalam dua bulan. Dana ini ditujukan untuk mendukung kebutuhan pokok dan transportasi pekerja.

5. Diskon Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)

Sebagai bagian dari proteksi sosial tenaga kerja, pemerintah memperpanjang program diskon iuran JKK bagi sektor padat karya. Hal ini memberikan ruang fiskal bagi perusahaan kecil dan menengah untuk bertahan tanpa mengurangi perlindungan terhadap pekerja.

Baca Juga: Saldo DANA Gratis Rp400.000! Ini Cara Klaimnya ke Dompet Elektronikmu

Pertimbangan Fiskal dan Ekonomi Makro

Keputusan untuk mengalihkan stimulus dari diskon listrik ke BSU juga dilandasi oleh pertimbangan fiskal. Pemerintah menghadapi tantangan dalam menjaga defisit anggaran tetap terkendali di tengah meningkatnya kebutuhan belanja sosial dan subsidi.

Penggunaan dana yang efisien dan tepat sasaran menjadi krusial untuk memastikan setiap rupiah anggaran memberikan efek ganda (multiplier effect) terhadap perekonomian.

BSU memberikan kepastian waktu, akurasi data, dan efektivitas distribusi, tiga hal yang tidak dapat dijamin oleh skema diskon listrik dalam jangka pendek.

Tanggapan Masyarakat dan Ekonom

Beberapa kelompok masyarakat menyayangkan pembatalan program diskon listrik, mengingat tingginya ketergantungan rumah tangga miskin pada biaya listrik. Namun, mayoritas ekonom mendukung langkah ini karena BSU dianggap lebih adaptif dalam merespons tantangan daya beli secara langsung.

Ekonom senior dari Universitas Indonesia, Dr. Rosyidah Rahman, menyatakan bahwa program BSU memiliki keunggulan dalam hal dampak jangka pendek terhadap konsumsi domestik, yang menjadi tulang punggung PDB Indonesia.

“Diskon listrik memang terasa ringan di tagihan, tapi BSU langsung menambah likuiditas di rumah tangga. Ini lebih menguntungkan secara ekonomi makro,” ungkapnya.


Berita Terkait


News Update