OJK Beberkan 12 Pinjol Kurang Modal, Apa Dampaknya Bagi Nasabah?

Rabu 28 Mei 2025, 11:40 WIB
12 Perusahaan Fintech P2P Lending Gagal Penuhi Ekuitas Minimum Rp7,5 Miliar, OJK Ambil Langkah Tegas. (Sumber: Pinterest)

12 Perusahaan Fintech P2P Lending Gagal Penuhi Ekuitas Minimum Rp7,5 Miliar, OJK Ambil Langkah Tegas. (Sumber: Pinterest)

OJK telah memberikan berbagai opsi bagi perusahaan yang kesulitan memenuhi ekuitas minimum. Salah satunya adalah dengan mendatangkan investor strategis atau meminta suntikan modal tambahan dari pemegang saham eksisting.

Namun, bila tidak memungkinkan, OJK membuka kemungkinan pengembalian izin usaha secara sukarela oleh perusahaan yang bersangkutan.

“OJK terbuka jika ada penyelenggara yang memutuskan untuk tidak melanjutkan operasional dan mengembalikan izin usaha,” tegas Agusman.

Langkah ini dianggap sebagai bentuk perlindungan terhadap konsumen dan upaya menjaga stabilitas sektor jasa keuangan. OJK tidak segan mengambil tindakan administratif berupa pencabutan izin apabila penyelenggara tidak menunjukkan itikad baik dalam memenuhi peraturan yang berlaku.

Contoh Kasus: PT Ringan Teknologi Indonesia Mengembalikan Izin Usaha

Salah satu perusahaan yang telah mengambil keputusan untuk mengakhiri operasional secara resmi adalah PT Ringan Teknologi Indonesia, yang dikenal dengan nama dagang Ringan.

Perusahaan ini mengajukan pengembalian izin usaha setelah melakukan evaluasi internal mendalam bersama pemegang sahamnya.

Dalam penjelasannya, Agusman menyampaikan bahwa manajemen PT Ringan Teknologi Indonesia menyimpulkan akan mengalami kerugian berkelanjutan apabila tetap beroperasi, sehingga memutuskan untuk mengembalikan izin sebagai penyelenggara LPBBTI.

“Keputusan tersebut diambil berdasarkan proyeksi kerugian yang akan terus berlanjut,” ujar Agusman.

Dampak terhadap Industri Fintech Lending

Kegagalan perusahaan fintech dalam memenuhi ketentuan ekuitas minimum tidak hanya berdampak pada perusahaan itu sendiri, tetapi juga pada kredibilitas industri secara keseluruhan.

Ketidakpatuhan terhadap regulasi menimbulkan kekhawatiran mengenai keberlanjutan operasional, perlindungan konsumen, dan risiko sistemik dalam ekosistem fintech Indonesia.

Ekuitas minimum sebesar Rp7,5 miliar dimaksudkan sebagai jaring pengaman finansial untuk memastikan bahwa perusahaan memiliki cukup modal dalam menanggung risiko operasional dan kredit yang melekat pada layanan P2P lending.

Perbandingan dengan Fintech Legal dan Tidak Legal

Dalam konteks ini, OJK menegaskan pentingnya pembedaan antara fintech legal yang terdaftar dan diawasi oleh otoritas, serta fintech ilegal yang beroperasi tanpa izin dan sering kali merugikan masyarakat.


Berita Terkait


News Update