Langkah hukum yang ditempuh Umi Pipik tidak dilakukan secara sembarangan. Ia menggandeng kuasa hukum Rendy Anggara Putra, yang kemudian menjelaskan dasar hukum pelaporan.
Dalam kasus ini, dua akun media sosial dilaporkan atas dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), khususnya Pasal 27 ayat (3), yang mengatur tentang penghinaan atau pencemaran nama baik melalui media elektronik. Selain itu, laporan ini juga memperkuat dasar hukum melalui Pasal 310 dan 311 KUHP.
“Laporan resmi sudah dibuat terkait penghinaan atau pencemaran nama baik melalui media elektronik. Kami berharap ini menjadi momentum untuk mempertegas perlindungan hukum di ruang digital,” tegas Rendy.
Pertemuan Klarifikasi dan Sikap Tegas Abidzar
Menariknya, sebelum laporan resmi dibuat, sejumlah pemilik akun media sosial yang dilaporkan telah bertemu dengan Abidzar Al Ghifari, putra Umi Pipik.
Pertemuan tersebut ditujukan sebagai sarana klarifikasi atas unggahan yang dinilai merugikan nama baik keluarga mereka.
Namun, menurut Rendy, pertemuan tersebut tidak membuahkan hasil yang diharapkan. “Kami tidak melihat penyesalan dari mereka.
Bahkan setelah bertemu, ada yang masih membuat cuitan dengan nada sarkastik. Hal ini menunjukkan bahwa pelaku seolah kebal hukum,” jelasnya.
Sikap tegas Abidzar terhadap perlakuan buruk terhadap ibunya pun patut diapresiasi. Ia turut mengambil bagian dalam proses hukum dengan menunjuk tim kuasa hukum dan mendampingi Umi Pipik dalam setiap langkah hukum yang diambil. “Saya tidak bisa menerima ibu saya dihina seperti itu. Ini tentang harga diri keluarga kami,” tutur Abidzar.
Baca Juga: Polisi Tangkap Produsen Sinte Tamatan SD di Depok
Urgensi Literasi Digital dan Perlindungan Martabat di Media Sosial
Kasus ini bukanlah yang pertama dan kemungkinan besar bukan yang terakhir. Di era digital yang semakin terbuka, masyarakat sering kali terjebak dalam euforia kebebasan berpendapat tanpa memahami batasan etis dan hukum.
Media sosial yang seharusnya menjadi ruang interaksi positif, justru kerap digunakan untuk menyebar kebencian, hoaks, dan fitnah.
Kasus Umi Pipik menjadi cermin penting bahwa publik figur pun manusia biasa yang berhak atas perlindungan hukum. Selain itu, kasus ini juga menyoroti lemahnya pemahaman masyarakat terhadap UU ITE dan pentingnya literasi digital.