Namun faktanya, utang piutang yang tidak disertai unsur penipuan sejak awal tidak bisa dijerat dengan hukum pidana.
Pasal 19 ayat (2) dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen juga menekankan bahwa penyelesaian sengketa antara konsumen dan pelaku usaha sebaiknya dilakukan secara damai atau melalui jalur perdata.
Hendra menegaskan:
"Ancaman seperti akan dipidanakan, dilaporkan ke polisi, atau dituduh membawa kabur uang adalah bentuk intimidasi yang tidak berdasar hukum.”
Ketahui Batasan Hukum Debt Collector Pinjol
Penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa penagihan utang memiliki batas hukum yang tegas. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui peraturan No. 77/POJK.01/2016 melarang praktik penagihan yang bersifat:
- Mengancam atau memaksa
- Menyebarkan data pribadi ke pihak ketiga
- Melakukan pelecehan atau kekerasan
Jika debt collector melanggar batasan ini, debitur memiliki hak untuk:
- Mengajukan pengaduan ke OJK
- Melapor ke Satgas Waspada Investasi
- Mendokumentasikan bukti pelanggaran
Tidak Bisa Dipaksa Bayar Jika Belum Mampu
Hendra Setyo juga menyoroti satu fakta penting lainnya: seseorang tidak bisa dipaksa membayar jika memang tidak memiliki kemampuan finansial saat itu.
Penagihan yang terus-menerus dalam kondisi debitur yang tidak mampu secara ekonomi hanya akan memperparah kondisi psikologis korban.
“Yang jadi masalah adalah teman-teman enggak ada duitnya. Mau dipaksa kayak gimana pun juga akan susah,” ujarnya.
Dalam perspektif hukum, pihak pinjol seharusnya memberikan ruang negosiasi dan tidak bisa serta-merta mengintimidasi debitur yang mengalami keterlambatan pembayaran karena kesulitan ekonomi.
Menjaga Kesehatan Mental saat Menghadapi DC Pinjol
Serangan telepon dan pesan yang tiada henti dari debt collector dapat berdampak buruk terhadap kesehatan mental seseorang.
Banyak kasus menunjukkan bahwa tekanan psikologis dari DC justru membuat debitur semakin frustasi dan merasa tidak memiliki jalan keluar.