POSKOTA.CO.ID - Penyanyi dangdut ternama Lesti Kejora kembali menjadi pusat perhatian publik, namun kali ini bukan karena prestasi musiknya.
Ia dilaporkan secara resmi ke Polda Metro Jaya atas dugaan pelanggaran hak cipta lagu milik Yoni Dores, adik dari musisi legendaris Deddy Dores.
Kasus ini mencuat setelah pernyataan terbuka dari tim hukum pelapor yang menilai bahwa tindakan Lesti selama bertahun-tahun melakukan cover lagu tanpa izin melanggar hukum yang berlaku di Indonesia.
Awal Mula Pelaporan: Tuduhan Mengcover Lagu Sejak 2017 Tanpa Izin
Laporan tersebut diajukan oleh Pepi, asisten pribadi Yoni Dores, didampingi oleh dua pengacara dari tim hukum Hammer Lovom, Ilham dan Endang.
Dalam keterangannya kepada media, Ilham menyatakan bahwa Lesti diduga telah melakukan rekaman ulang atau cover lagu milik kliennya sejak tahun 2017, tanpa melakukan komunikasi maupun permintaan izin formal kepada pencipta lagu.
“Hari ini kami dari tim Hammer Lovom datang ke Polda dan barusan saja selesai membuat laporan untuk Adinda Lesti, Lestiani,” ujar Ilham, Senin, 19 Mei 2025.
Tim pelapor mengungkapkan bahwa bukti-bukti berupa dokumentasi rekaman, jejak digital, hingga saksi ahli telah mereka siapkan guna memperkuat laporan yang dilayangkan ke kepolisian.
Dua Jenis Pelanggaran Hak Cipta: Performance dan Mechanical Rights
Dalam sistem perlindungan hukum hak cipta di Indonesia, terdapat dua bentuk hak utama yang sering kali disalahpahami, yakni performance rights dan mechanical rights.
- Performance Rights (Hak Pertunjukan)
- Merujuk pada hak atas royalti yang diperoleh pencipta ketika lagu diputar atau ditampilkan di publik, termasuk konser, televisi, dan media digital.
- Mechanical Rights (Hak Mekanik)
- Berkaitan dengan hak penggandaan lagu atau rekaman ulang dalam format audio atau video. Termasuk dalam kategori ini adalah cover lagu, baik untuk distribusi fisik maupun digital.
Dalam kasus Lesti Kejora, pihak pelapor menyatakan fokus utama mereka adalah pada pelanggaran mechanical rights, karena cover lagu yang dilakukan Lesti dinilai merupakan bentuk perekaman ulang tanpa izin.
“Kalau performance rights mungkin sudah dibayarkan ke LMKN, tapi kita fokus ke mechanical rights karena itu delik pidana,” jelas Ilham.