Kopi Pagi: Kebangkitan Moral Bagian I

Senin 19 Mei 2025, 14:18 WIB
Kopi Pagi: Kebangkitan moral (Sumber: Poskota)

Kopi Pagi: Kebangkitan moral (Sumber: Poskota)

Bangkit bersama menuju Indonesia Emas harus diawali dengan kebangkitan moral seluruh elemen bangsa. Dalam rangkaian Hari Kebangkitan Nasional tahun 2025 ini, kami sajikan dua tulisan perlunya kian memperkokoh kebangkitan moral.Artikel disajikan pada Senin dan Kamis pekan ini. (Azisoko).

--

“Para pejabat, birokrat, tokoh masyarakat, elite politik serta pemimpin di semua tingkatan hendaknya memberi keteladanan penguatan budi pekerti sebagai gerakan kebangkitan moral” -Harmoko-

--

BICARA moral tak lepas dari hal baik dan buruk menyangkut ucapan,sikap dan perbuatan, perilaku, dan kewajiban. Tidak pula dipisahkan dari persoalan akhlak, budi pekerti, dan susila. Memperkokoh kebangkitan moral, dapat dimaknai pula memperkuat budi pekerti luhur sebagaimana jati diri bangsa yang tercermin dalam falsafah Pancasila. Tak kalah pentingnya, membangun mental yang tangguh.

Penguatan budi pekerti dan teguh mental di era sekarang ini kian dibutuhkan. Mengapa? Jawabnya cukup beragam, namun yang paling mendasar adanya pemahaman bahwa budi pekerti sebagai cermin ‘kepribadian’ bangsa itu sendiri. Jika budi pekerti masyarakatnya luntur, maka luntur pula kepribadian suatu bangsa. 

Itulah sebabnya sering dikatakan beradab atau tidaknya suatu bangsa, dapat dilihat dari perilaku masyarakatnya, terutama aspek akhlak alias moral atau budi pekerti. Tak bisa kita hindari, di era serba digital ini, pergaulan manusia antarbangsa-antarnegara, dapat dilakukan kapan saja, tanpa sekat, tanpa batasan waktu dan tempat.

Baca Juga: Viral, Perampok Bersenpi Gasak Rp70 Juta di Minimaket Jakpus

Kita berharap di era teknologi komunikasi super canggih ini,  tidak lantas menjadi pemicu terkikisnya budi pekerti bangsa. Perilaku serba instan,agresif, anarkis, apatis dan korup hendaknya dapat kita hindari. Sebaliknya budi pekerti luhur seperti bersikap jujur, amanah, rendah hati (tawadhu), santun, sabar dan senantiasa bersyukur, wajib kita terapkan dan wariskan hingga ke anak cucu.

Tak kalah pentingnya menjaga jangan sampai perilaku "malu" terkikis oleh perkembangan zaman. Mengedepankan rasa malu sebagai gerakan kebangkitan moral. Bukan sebaliknya malah  “malu – maluin” karena ucapan yang dilontarkan tidak mencerminkan layaknya sebagai pejabat dan birokrat. Lebih-lebih tak sejalan dengan apa yang sedang dibangun oleh pemimpin negeri melalui politik merangkul, bukan memukul. Menyatukan, bukan memisahkan.

Ucapan nyinyir di ruang publik, tidak mencerminkan kecerdasan moral dan intelektual hingga membuat gaduh, menimbulkan ketersinggungan pihak lain yang berpotensi sebagai embrio memecah belah persatuan dan kesatuan. Perbuatannya tidak mencerminkan keteladanan sebagai pemimpin yang berkarakter. Berjanji akan senantiasa meneloran kebijakan yang prorayat, malah belakangan menggulirkan program yang membuat sengsara rakyat.


Berita Terkait


undefined
Kopi Pagi

Kopi Pagi: Meluruskan Benang Kusut

Kamis 08 Mei 2025, 08:44 WIB

News Update