POSKOTA.CO.ID - Pada pertengahan Mei 2025, masyarakat Indonesia digemparkan oleh sebuah unggahan yang menyebutkan adanya program pemutihan pinjaman online oleh OJK. Informasi tersebut disebarluaskan melalui akun Instagram @kontak157, akun yang selama ini dikenal sebagai salah satu kanal informasi seputar OJK.
Dalam unggahan tersebut tertulis:
"Resmi OJK pemutihan pinjol secara online berlaku seluruh Indonesia mulai 1 Mei 2025. Ayo daftarkan diri Anda agar terbebas hutang."
Klaim itu seolah menegaskan bahwa seluruh masyarakat yang memiliki pinjaman online, termasuk yang macet atau gagal bayar, bisa terbebas dari utang hanya dengan mendaftarkan diri secara daring.
Namun, unggahan ini justru memunculkan pertanyaan besar: benarkah OJK menyelenggarakan program penghapusan utang? Atau justru ini adalah skema penipuan baru yang menyasar masyarakat terdampak pinjaman online?
Baca Juga: Cara Mengubah Foto Statis Jadi Video Dinamis di TikTok dengan AI Alive
Klarifikasi Tegas dari OJK
Menanggapi viralnya informasi tersebut, OJK memberikan pernyataan resmi yang tegas. Dalam keterangannya, OJK memastikan tidak pernah menyelenggarakan program pemutihan utang pinjaman online.
"OJK tidak pernah menghapus utang pribadi. Apalagi meminta KTP atau OTP. (Pinjol) ilegal aja dibasmi, masa yang terafiliasi diampuni?" tegas OJK dalam siaran pers yang dikutip oleh detikFinance, Minggu, 18 Mei 2025.
OJK menambahkan bahwa informasi tersebut adalah bentuk penipuan yang dapat membahayakan keamanan data pribadi masyarakat.
Permintaan data seperti KTP, foto selfie, dan kode OTP oleh pihak yang mengaku dari OJK jelas merupakan indikasi modus kejahatan digital.
Potensi Bahaya: Pengumpulan Data untuk Penipuan Lanjutan
Salah satu ciri umum dari penipuan digital adalah meminta data pribadi korban. Dalam kasus ini, pelaku memanfaatkan kepercayaan publik terhadap OJK dan menjadikan narasi “pemutihan utang” sebagai daya tarik.
Permintaan data seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK), kode OTP, hingga foto KTP/selfie kerap digunakan untuk:
- Mendaftarkan korban pada pinjaman online tanpa sepengetahuan mereka,
- Mengakses akun finansial korban (e-wallet, mobile banking),
- Melakukan pemerasan berbasis data pribadi.