Pernyataan tersebut disampaikan pada Jumat, 16 Mei 2025, dalam tayangan video yang diunggah melalui akun TikTok @forumkeadilan.law.
Penyelidikan ini menjadi titik awal untuk membongkar jaringan penyimpangan yang memanfaatkan platform digital untuk tujuan yang membahayakan.
Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) melalui Dirjen Pengawasan Ruang Digital, Alexander Sabar, menyatakan bahwa pihaknya telah memblokir akses terhadap enam grup Facebook serupa.
Langkah ini diambil sebagai bentuk perlindungan terhadap anak-anak dan kelompok rentan agar tidak terpapar konten yang bisa merusak perkembangan moral, mental, dan emosional.
Minimnya Transparansi dan Tantangan Pengawasan
Meski enam grup telah diblokir, publik mempertanyakan kurangnya transparansi dari Komdigi terkait identitas grup-grup tersebut. Tidak adanya rincian mengenai nama dan aktivitas grup serupa menimbulkan kekhawatiran akan munculnya kembali komunitas serupa di platform lain atau dengan nama baru.
Pengawasan ruang digital memang menghadapi tantangan besar. Algoritma media sosial, perlindungan privasi pengguna, serta keterbatasan hukum internasional menjadikan pemberantasan konten seperti ini tidak bisa dilakukan secara instan.
Peran Facebook dan Tanggung Jawab Platform Digital
Sebagai platform yang menjadi wadah terbentuknya grup penyimpangan ini, Facebook juga mendapat sorotan tajam.
Publik menuntut agar perusahaan induk Meta bertanggung jawab atas kelemahan sistem pengawasan mereka. Penggunaan algoritma untuk mendeteksi konten berbahaya masih belum cukup untuk mencegah terbentuknya komunitas gelap yang berkembang diam-diam di balik privasi grup tertutup.
Dalam banyak kasus, media sosial seperti Facebook hanya bereaksi setelah sebuah grup menjadi viral atau dilaporkan oleh pengguna dalam jumlah besar.
Padahal, tanggung jawab perusahaan digital bukan hanya dalam merespons keluhan, tetapi mencegah terbentuknya ruang penyimpangan sejak dini.
Perlindungan Anak dan Bahaya Normalisasi Penyimpangan
Salah satu aspek paling mengkhawatirkan dari kasus ini adalah keterlibatan anak-anak. Banyak unggahan dalam grup tersebut memperlihatkan konten yang mengeksploitasi anak di bawah umur secara visual dan naratif.
Hal ini tidak hanya melanggar hukum pidana, tetapi juga menciptakan lingkungan digital yang berbahaya, di mana penyimpangan seksual terhadap anak dapat dianggap sebagai sesuatu yang dapat didiskusikan secara terbuka.