“Kalau kasus ini masuk ke pengadilan, ada berapa banyak meme sejenis dengan tafsir yang bermacam-macam juga harus diadili? Atau ada berapa banyak produk baru mengikuti meme itu, misalnya?” ujarnya.
Jurnalis Hersubeno Arief menambahkan bahwa sejumlah pihak, termasuk Amnesty International dan Kepala Kantor Komunikasi Presiden, menyarankan agar polisi membebaskan mahasiswi tersebut.
“Karena kalau dia dijerat, ini akan banyak kasus serupa,” kata Hersubeno Arief.
Rocky menilai bahwa semangat mahasiswa yang kerap mengekspresikan diri lewat humor dan satir tidak bisa serta-merta dikategorikan sebagai tindakan kriminal.
“Pak Jokowi juga berkali-kali dibuatkan meme. Pak Prabowo juga dibuatkan meme. Jadi kegembiraan mahasiswa adalah mengolok-olok, memang. Nah, mengolok-olok itu mesti ditafsirkan oleh pakar psikologi. Apakah mengolok-olok itu pidana?” ujarnya.
Ia menyimpulkan bahwa perkara ini akan menjadi cause célèbre atau kasus yang disorot luas oleh publik, karena menyangkut isu fundamenta, kebebasan berekspresi dan batas tafsir hukum terhadap karya digital.
“Ini permulaan yang membuka kembali wacana perdebatan antara mana yang politik, mana yang estetik,” tutup Rocky.