POSKOTA.CO.ID – Pengamat politik Rocky Gerung menyampaikan kritik tajam terhadap Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka, menyebut bahwa legitimasi politik yang sah tidak cukup untuk menjawab keresahan psikologis publik yang kian membesar, terutama di tengah potensi eskalasi konflik internasional dan ketidakstabilan dalam negeri.
"Bayangkan, eskalasi perang antara India dan Pakistan. Dua-duanya punya nuklir. Rudal India sudah tiba di Pakistan. Kalau itu berubah menjadi perang proksi, Gibran mau ngapain di situ? Mesti ada pembagian kerja tuh," ujar Rocky pada Sabtu, 10 Mei 2025, dikutip oleh Poskota dari kanal YouTube Indonesia Lawyers Club.
Rocky mengungkapkan bahwa keresahan publik, khususnya generasi muda, mulai mencuat.
Ia mengisahkan pengalamannya berbicara dengan seorang siswa SMA yang mempertanyakan masa depan Indonesia jika dipimpin oleh Gibran.
Baca Juga: Isu Pemakzulan Wapres Gibran Rakabuming Raka, Said Didu: Kalau Mau Kembali ke Nilai Moral, Makzulkan
“Tadi saya ngobrol dengan anak SMA kelas 1. Dia tanya ke saya, ‘Pak, saya punya masa depan enggak kalau 202 Gibran yang jadi presiden?’” tutur Rocky. Ia menambahkan bahwa pertanyaan itu mencerminkan kekhawatiran generasi muda terhadap arah politik nasional.
Menurutnya, meskipun secara hukum Gibran memiliki legitimasi, tekanan publik secara psikologis mengarah pada dorongan pemakzulan.
“Secara konstitusi ada, tetapi secara politik enggak mungkin,” ujarnya. “Politik itu bukan the art of the possible, yang mungkin mana, tapi the attacking the impossible,” ujar Rocky.
Rocky juga menyebut bahwa gelombang protes yang telah berlangsung selama berbulan-bulan menjadi latar belakang menguatnya dorongan pemakzulan dari kalangan tertentu, termasuk para purnawirawan TNI.
“Nama itu Fufu Fafa, ijazah palsu, paman siapa namanya, itu kan? Jadi di benak publik tertanam itu,” katanya, merujuk pada julukan-julukan yang beredar di masyarakat sebagai bentuk ketidakpercayaan publik terhadap Gibran.
Ia menyebut kondisi psikologis publik sebagai bentuk “psychological madness” yang patut diperhatikan oleh pemerintah. Rocky menilai kabinet saat ini kehilangan kepekaan dalam menghadapi kondisi krisis, termasuk ketidakmampuan dalam mengelola keuangan negara secara efisien.
"Kan kabinet tiba-tiba jadi bego karena enggak mampu lagi untuk merampok APBN yang diefisiensikan oleh presiden. Pragmatisme itu juga ada di kita tuh," katanya.
Rocky juga menyindir kapasitas personal Gibran sebagai pemimpin nasional. “Kemampuan Gibran adalah membagi-bagi skincare. Soalnya, kenapa dia enggak pakai sendiri? Tidak perlu. Yang dia butuh bukan skincare tapi brain care,” ucapnya tajam.
Baca Juga: Dianggap Tak Cocok sebagai Wapres, Pakar Hukum Tata Negara: Gibran Tidak Punya Karir Politik
Ia menyebut bahwa persoalan ini bukan hanya soal konstitusi, tetapi merupakan panggilan moral bagi seluruh elemen bangsa.
“Kita coba mendudukkan masalah ini sebagai moral call. Yang mungkin kalau masuk DPR, tukar tambah terjadi. Tetapi kalaupun batal dimakzulkan, memori publik sudah definitif, wah, kapasitas Gibran enggak cukup,” pungkas Rocky.