POSKOTA.CO.ID - Pinjol ilegal beroperasi tanpa izin resmi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan tidak mematuhi regulasi perlindungan data pribadi.
Ketika seseorang mengajukan pinjaman melalui aplikasi pinjol ilegal, mereka biasanya diminta mengunggah data sensitif seperti foto KTP, swafoto, nomor telepon, hingga daftar kontak di ponsel.
Data ini seharusnya hanya digunakan untuk keperluan verifikasi, tetapi pada praktiknya, oknum pinjol ilegal sering kali menyalahgunakannya.
Penyebaran data pribadi di media sosial biasanya dilakukan sebagai bentuk tekanan kepada peminjam yang gagal bayar.
Baca Juga: Inilah 3 Hal Pengajuan Pinjaman di Aplikasi Pinjol Sering Ditolak Bagi Nasabah
Dengan mengakses daftar kontak peminjam, oknum pinjol ilegal mengirimkan pesan berisi ancaman atau informasi memalukan ke keluarga, teman, atau rekan kerja peminjam.
Tindakan ini tidak hanya melanggar privasi, tetapi juga dapat merusak reputasi dan hubungan sosial korban.
Selain itu, data pribadi yang bocor juga sering diperjualbelikan di forum daring atau digunakan untuk tindakan penipuan lainnya.

Faktor lain yang mempermudah penyebaran data adalah kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya melindungi informasi pribadi.
Banyak pengguna yang tanpa sadar memberikan akses ke data sensitif saat mengunduh aplikasi pinjol ilegal, tanpa memeriksa legalitas atau kebijakan privasi aplikasi tersebut.
Kurangnya literasi digital ini menjadi celah yang dimanfaatkan oleh oknum pinjol ilegal untuk menyebarkan data pengguna tanpa izin.
Baca Juga: 3 Cara Hadapi DC Lapangan Pinjol yang Datang ke Rumah Nasabah Galbay Utangnya
Kasus Penyebaran Data oleh Pinjol Ilegal
Untuk memahami betapa seriusnya masalah ini, berikut adalah kasus nyata yang menggambarkan penyalahgunaan data pribadi oleh pinjol ilegal di media sosial.
Kasus Afifah di Semarang (2021)
Seorang ibu rumah tangga di Semarang, Jawa Tengah, bernama Afifah, tergiur dengan iklan pinjol ilegal di media sosial yang menawarkan pinjaman tanpa jaminan dengan proses cepat.
Setelah mengajukan pinjaman sebesar Rp5 juta dan mengunggah foto KTP serta swafoto, Afifah menerima dana dalam waktu kurang dari lima menit.
Namun, hanya dalam tujuh hari, ia mulai menerima ancaman dari debt collector pinjol tersebut. Data pribadinya, termasuk foto KTP dan informasi pinjaman, disebarkan ke 50 kontak di ponselnya melalui WhatsApp dan SMS.
Ancaman ini membuat Afifah terpaksa meminjam dari pinjol lain untuk melunasi utangnya, memperburuk situasi keuangannya.
Baca Juga: Telat Bayar Pinjol Lebih Baik Dicicil atau Sekalian Gagal Bayar? Ini Solusinya
Pencegahan agar Data Tidak Disebarkan
Mencegah penyebaran data pribadi oleh pinjol ilegal memerlukan kewaspadaan dan langkah proaktif dari masyarakat.
- Pertama, selalu periksa legalitas aplikasi pinjol sebelum mengajukan pinjaman. Pastikan aplikasi tersebut terdaftar dan berizin di OJK, yang dapat dicek melalui situs resmi OJK atau hotline 157.
- Kedua, hindari membagikan data pribadi seperti KTP, swafoto, atau daftar kontak secara sembarangan, terutama di aplikasi yang tidak memiliki kebijakan privasi yang jelas.
- Ketiga, tingkatkan literasi digital dengan memahami hak Anda sebagai pengguna. Menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, setiap orang berhak atas kerahasiaan data pribadinya, dan penyebaran data tanpa izin dapat dikenakan sanksi pidana.
- Keempat, gunakan fitur keamanan di ponsel Anda, seperti verifikasi dua langkah untuk akun media sosial dan aplikasi keuangan, serta batasi akses aplikasi pihak ketiga ke data sensitif seperti kontak atau galeri foto.
- Terakhir, jika Anda menerima ancaman penyebaran data dari pinjol ilegal, jangan panik. Simpan bukti ancaman, seperti pesan atau tangkapan layar, dan laporkan ke pihak berwenang untuk tindakan hukum lebih lanjut.