Salah satu caranya adalah dengan mencatat seluruh pemasukan dan pengeluaran agar bisa dikontrol dengan baik.
Kesalahan banyak orang adalah mengambil pinjaman untuk memenuhi keinginan konsumtif, bukan kebutuhan pokok.
Sayangnya, maraknya pinjaman online (pinjol) ilegal menjerat banyak masyarakat, bahkan dari kalangan yang seharusnya memahami pengelolaan uang dengan baik. Data menunjukkan bahwa guru dan ibu rumah tangga adalah kelompok yang paling banyak menjadi korban pinjol ilegal.
Beberapa guru bahkan menggunakan pinjaman tersebut untuk membeli perlengkapan mengajar seperti laptop. Tak sedikit dari mereka akhirnya terjerat utang hingga puluhan juta rupiah.
Kisah Nyata Korban Pinjol
Sebut saja SM, seorang perempuan berusia 26 tahun yang awalnya meminjam Rp2 juta dari pinjol ilegal untuk menutup utang. Karena prosesnya lancar, ia tergoda meminjam lagi Rp20 juta, kali ini demi gaya hidup.
Akibatnya, ia harus membayar cicilan pokok sebesar Rp6 juta dan bunga sebesar Rp2,4 juta per bulan, jumlah yang jauh melampaui pendapatannya yang setara UMR Jakarta.
Lain lagi dengan WS, ibu rumah tangga berusia 42 tahun yang meminjam pinjol untuk membayar arisan.
Karena bunga yang dikenakan mencapai 4 persen per hari atau 120 persen per bulan, WS terpaksa menjual perhiasan emasnya untuk melunasi utang.
Kedua kasus tersebut menunjukkan bahwa tidak semua pengguna pinjol adalah orang yang benar-benar membutuhkan dana darurat.
Banyak di antaranya tergoda oleh gaya hidup atau tekanan sosial, sehingga berani mengambil risiko utang besar tanpa perhitungan.
Gunakan Pinjaman untuk Produktivitas
Perlu disadari bahwa kartu kredit dan pinjaman online sebenarnya dapat menjadi alat finansial yang bermanfaat jika digunakan dengan bijak.
Misalnya, kartu kredit bisa digunakan untuk transaksi bisnis, mendapatkan reward poin, bahkan tiket pesawat gratis jika dimanfaatkan dengan tepat.