Hal ini memicu konflik bersenjata antara Indonesia dan Belanda yang dikenal dengan Agresi Militer I (1947) dan Agresi Militer II (1948).
Pada Agresi Militer II, Belanda melanggar perjanjian sebelumnya dan menyerbu Yogyakarta, ibu kota Republik Indonesia saat itu, serta menawan para pemimpin Republik seperti Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta.
Indonesia pun terpaksa melanjutkan perjuangan lewat jalur gerilya dan diplomasi internasional.
Namun, tindakan Belanda ini mengundang kecaman keras dari dunia internasional, terutama dari Dewan Keamanan PBB dan Amerika Serikat.
Baca Juga: Hari Tuna Sedunia Diperingati Tiap 2 Mei, Ini Sejarah dan Beberapa Spesies Ikan Tuna
Dalam situasi terdesak dan tekanan diplomatik internasional, Belanda akhirnya bersedia membuka jalur perundingan dengan Indonesia.
Perundingan ini dilaksanakan di Den Haag, Belanda, dan difasilitasi oleh Komisi Tiga Negara yang terdiri dari Amerika Serikat, Australia, dan Belgia. Setelah proses yang cukup alot, perjanjian dicapai pada 7 Mei 1949 dan dikenal dengan nama Perjanjian Roem-Royen, sesuai nama ketua delegasi masing-masing pihak.
Penandatanganan perjanjian ini menjadi momen penting dalam sejarah perjuangan diplomatik Indonesia. Hari ini diperingati sebagai Hari Perjanjian Roem-Royen karena menjadi titik balik dari jalan panjang menuju pengakuan kedaulatan penuh Indonesia oleh Belanda.
Baca Juga: 30 April Diperingati Hari Keterbukaan Informasi Nasional, Ini Sejarahnya
Isi Perjanjian Roem Royen
Komitmen dari Pihak Indonesia:
1. Menghentikan perang gerilya.
2. Bekerja sama dalam mengembalikan keamanan dan ketertiban.