Gubernur KDM Ungkap Alasan Kirim Siswa ke Barak Militer: Ini Bukan Soal Kenakalan Biasa

Selasa 06 Mei 2025, 07:50 WIB
Dedi Mulyadi, menginisiasi program kontroversial dengan menempatkan siswa bermasalah di barak militer untuk pembinaan karakter dan kedisiplinan. (Sumber: Instagram/@dedimulyadi71)

Dedi Mulyadi, menginisiasi program kontroversial dengan menempatkan siswa bermasalah di barak militer untuk pembinaan karakter dan kedisiplinan. (Sumber: Instagram/@dedimulyadi71)

Gubernur Dedi Mulyadi memastikan bahwa program ini tidak dibiarkan berjalan sendiri tanpa pengawasan. Pemerintah Provinsi Jawa Barat bersama pihak militer dan dinas pendidikan telah merancang sistem monitoring dan evaluasi secara berkala untuk memastikan efektivitas dan kepatuhan terhadap prinsip perlindungan anak.

Evaluasi ini juga mencakup feedback dari para siswa, orang tua, serta tenaga pembina agar program ini dapat berkembang lebih baik dan adaptif terhadap kebutuhan remaja.

Baca Juga: Jelang Inter Milan vs Barcelona: Lautaro Martinez dan Benjamin Pavard Pulih Lebih Cepat, Robert Lewandowski Siap Kembali Turun

Langkah ke Depan: Perluasan atau Koreksi?

Setelah uji coba awal yang berjalan di beberapa lokasi, muncul wacana untuk memperluas cakupan program ini ke lebih banyak sekolah dan wilayah kabupaten/kota di Jawa Barat. Namun, ekspansi ini masih bergantung pada hasil evaluasi dan respons masyarakat.

KDM menyatakan terbuka terhadap masukan dan koreksi yang membangun. Ia menegaskan bahwa tujuan utama adalah menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga matang secara emosional dan tangguh secara moral.

Program barak militer untuk pelajar bermasalah di Jawa Barat adalah bentuk inovasi pendidikan karakter yang berani dan kontroversial.

Dengan menempatkan siswa dalam lingkungan disiplin tinggi, pemerintah berharap dapat meredam gelombang kenakalan remaja yang makin meresahkan.

Namun, seperti setiap kebijakan yang menyentuh ranah psikologis dan sosial, diperlukan evaluasi menyeluruh serta keterlibatan semua pemangku kepentingan, mulai dari pendidik, orang tua, hingga psikolog dan pakar hak anak. Hanya dengan pendekatan komprehensif dan terbuka terhadap kritik, program ini dapat menjawab tantangan zaman sekaligus tetap menjunjung hak-hak peserta didik.

Berita Terkait

News Update