Kebijakan Dedi Mulyadi Ditentang MUI, Vasektomi Ditegaskan Haram!

Minggu 04 Mei 2025, 09:27 WIB
Potret Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. (Sumber: jabarprov.go.id)

Potret Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. (Sumber: jabarprov.go.id)

POSKOTA.CO.ID - Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Komisi Fatwanya menegaskan bahwa prosedur vasektomi dalam hukum Islam dinyatakan haram apabila bertujuan untuk pemandulan permanen.

Hal ini ditegaskan oleh Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof. K.H. Asrorun Ni’am Sholeh, dalam keterangannya.

Asrorun mengungkapkan bahwa ketetapan tersebut didasarkan pada hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV yang pernah digelar di Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat, pada tahun 2012.

“Saat ini, hukum vasektomi adalah haram, kecuali ada alasan syar’i yang dibenarkan seperti kondisi kesehatan tertentu,” jelas Asrorun.

Baca Juga: MUI Jabar Tolak Keras Wacana Dedi Mulyadi Mengenai Vasektomi untuk Penerima Bansos: “Haram Kecuali Darurat!”

Lebih lanjut, Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI, K.H. Abdul Muiz Ali, menyatakan bahwa alat kontrasepsi sebaiknya digunakan untuk pengaturan kelahiran, bukan sebagai metode pemandulan permanen.

Ia juga menegaskan bahwa kontrasepsi tidak boleh dijadikan alasan untuk menjalani pola hidup yang bertentangan dengan ajaran agama.

Muiz menambahkan, fatwa tersebut diputuskan dengan memperhatikan ketentuan syariat Islam, perkembangan teknologi medis, serta kaidah ushul fikih seputar penggunaan metode kontrasepsi pria atau yang dikenal sebagai medis operasi pria (MOP).

“Vasektomi secara prinsip adalah tindakan menuju kemandulan, dan menurut pandangan syariat, itu dilarang,” ujarnya.

Namun, hukum mengenai vasektomi bisa berubah seiring perkembangan teknologi medis. Dalam keputusan Ijtima yang sama, disebutkan bahwa apabila teknologi memungkinkan saluran sperma yang telah diputus untuk disambung kembali (rekanalisasi), maka hukumnya bisa berbeda asalkan memenuhi sejumlah syarat.

Beberapa syarat yang ditetapkan di antaranya, tindakan vasektomi tidak boleh melanggar ketentuan syariat, tidak menyebabkan kemandulan permanen, serta harus ada jaminan medis bahwa fungsi reproduksi dapat dipulihkan.

Berita Terkait

News Update