“Kalau kita kaitkan dengan impeachment clauses yang ada di Pasal 7A, kita tidak melihat mana cantelah yang akan dipakai untuk memberhentikan Gibran,” ujarnya.
Lebih lanjut, Yance mengatakan bahwa MPR bukan lembaga yang memulai proses pemakzulan melainkan institusi yang menjalankan keputusan akhir.
Baca Juga: Buka Suara Soal Usulan Pemakzulan Wapres Gibran, Wiranto Singgung Soal Trias Politika
Yance menyebutkan bahwa pintu masuk pemakzula ada di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sebab DPR dapat menggunakan hak angket atau langsung mengajukan hak menyatakan pendapat jika terdapat dugaan presiden atau wakil presiden melakukan pelanggaran hukum sesuai dengan Pasal 7 A tersebut.
“Kalau MK menyatakan terbukti, itu bisa menjadi dasar untuk MPR mengadakan sidang dan memberhentikan presiden atau wakil presiden,” ungkapnya.
Kemudian jika dalam proses pencalonannya diduga melakukan pelanggaran etik atau manipulasi, bisa dimasukkan sebagai perbuatan tercela sebagaimana dalam pasal 7A.
Namun aspek ini membutuhkan penyelidikan hukum yang cermat untuk membuktikan adanya pelanggaran yang masuk dalam kategori perbuatan tercela atau penghilangan syarat konstitusional.
Baca Juga: Wapres Gibran Monolong Bicara Soal Hilirisasi Langsung Dirujak Warganet
“Kalau memang Gibran atau orang tuanya, mantan Presiden Jokowi terlibat dalam manipulasi yang sudah terjadi atau sebenarnya Gibran tidak memenuhi syarat sebagai calon wakil presiden,” jelasnya.
Ia menegaskan jika usia batas calon presiden dan wakil presiden diatur dalam UUD 1945 adalah 40 tahun.
Dalam kasus Gibran, soal usia ini menjadi hal yang krusial mengingat ia dilantik saat usianya belum mencapai batas minimal.
Hal ini membuka ruang bagi interpretasi hukum yang lebih luas, terutama jika proses hukum membuktikan syarat tersebut memang dilanggar secara sistematis dan disengaja.