Kasus ini dapat menimbulkan beberapa dampak, baik bagi pihak brand maupun influencer:
- Kerugian Materiil dan Reputasi: Brand seperti TIRTIR bisa kehilangan momentum promosi bila barang tidak sampai ke tangan influencer. Influencer pun bisa kesulitan menyelesaikan komitmen konten promosi.
- Komplikasi Hukum: Jika tidak sesuai regulasi, baik pengirim maupun penerima dapat dikenakan sanksi administrasi hingga denda.
- Edukasi Regulasi: Kasus ini menyadarkan pelaku industri akan pentingnya memahami hukum ekspor-impor dan registrasi produk kosmetik.
Baca Juga: Jadwal Pelaksanaan UTBK SNBT 2025 Resmi Dimulai Hari Ini, Cek Selengkapnya
Solusi dan Edukasi untuk Praktik PR Package yang Legal
Agar peristiwa serupa tidak terulang, berikut beberapa langkah preventif yang dapat diterapkan oleh influencer dan brand:
- Mengajukan dokumen pemberitahuan PR package ke Bea Cukai sebelum pengiriman.
- Mencantumkan surat pernyataan bahwa barang tidak diperjualbelikan.
- Memastikan jumlah produk tidak melebihi batas maksimal penggunaan pribadi.
- Melakukan kolaborasi dengan distributor resmi yang telah memiliki izin edar BPOM.
Beberapa brand bahkan kini memilih untuk mengirimkan produk dari dalam negeri melalui distributor lokal yang telah teregistrasi secara legal untuk menghindari kendala kepabeanan.
Kasus Rachel Vennya dan PR package TIRTIR bukanlah semata cerita lucu di media sosial, tetapi menjadi titik refleksi penting tentang kompleksitas antara kreativitas pemasaran, regulasi perdagangan, dan kepatuhan hukum.
Influencer kini dituntut tidak hanya pandai membuat konten, tetapi juga melek regulasi agar tidak terjebak dalam polemik yang berpotensi merugikan.
Dengan pertumbuhan industri kosmetik yang terus meningkat dan meningkatnya kolaborasi antara brand global dan konten kreator Indonesia, pemahaman atas regulasi impor kosmetik menjadi suatu keharusan yang tidak dapat lagi diabaikan.