Ia juga menambahkan, jika pemulihan ini terjadi sebelum penutupan bulan Maret, maka penurunan harga di bawah $2.200 kemungkinan hanyalah sebuah “fakeout” (penurunan palsu) sebelum pergerakan naik yang lebih signifikan.
Data on-chain menunjukkan bahwa cadangan ETH di bursa (exchange reserve) telah mencapai titik terendah sepanjang tahun ini. Saat ini, jumlah tersebut berada di angka 18,32 juta ETH turun sekitar 7% dari puncak tahunannya sebesar 19,74 juta ETH yang tercatat pada 2 Februari.
Exchange reserve menggambarkan total jumlah koin yang disimpan di dompet milik bursa crypto, yang berarti pasokan yang siap untuk diperdagangkan secara langsung. Ketika angkanya menurun, itu menandakan bahwa trader memindahkan aset mereka dari bursa untuk disimpan jangka panjang, digunakan untuk staking, atau dialihkan ke ETF ETH berbasis spot, sehingga mengurangi pasokan ETH yang tersedia di pasar.
Baca Juga: Bitcoin Anjlok! Ternyata Inilah Penyebabnya, Simak Selengkapnya
Penurunan pasokan seperti ini bisa menciptakan tekanan kenaikan harga. Alasannya, dengan likuiditas penjualan yang berkurang dan permintaan yang tetap, harga cenderung terdorong naik.
Selain itu, rasio leverage estimasi ETH (Estimated Leverage Ratio/ELR) juga meningkat, menunjukkan bahwa para trader semakin berani menggunakan leverage untuk memperbesar potensi keuntungan dari pergerakan harga ETH ke depan.
Sebagai konteks, ELR ETH sempat menyentuh level tertingginya tahun ini di angka 0,686 pada 21 Maret, sebelum turun sedikit. Saat ini, ELR ETH berada di angka 0,683.
ELR sendiri mengukur rata-rata penggunaan leverage oleh trader saat melakukan transaksi di bursa, dan dihitung dengan membagi nilai open interest suatu aset dengan jumlah cadangan aset tersebut di bursa.
Kenaikan ELR ETH mencerminkan meningkatnya selera risiko di kalangan trader, meskipun harga ETH belum terlalu menunjukkan performa kuat sejak awal tahun. Tren ini menunjukkan bahwa banyak pemegang ETH tetap optimis terhadap potensi kenaikan harga dalam waktu dekat, dan bersedia menggunakan leverage demi memperbesar peluang keuntungan mereka.
Awal Mula Bitcoin
Bitcoin, sebagai cryptocurrency pertama dan terbesar di dunia, telah menjadi pusat perhatian sejak diluncurkan pada tahun 2009 oleh sosok misterius dengan nama samaran Satoshi Nakamoto. Pergerakan harga Bitcoin yang fluktuatif sering menjadi topik pembicaraan di kalangan investor, analis keuangan, dan penggemar teknologi.
Pada Januari 2009, Satoshi Nakamoto menambang blok pertama Bitcoin, dikenal sebagai "blok genesis", menandai lahirnya cryptocurrency pertama di dunia. Pada tahap awal ini, Bitcoin tidak memiliki nilai moneter dan terutama diperdagangkan antar penggemar kriptografi. Transaksi komersial pertama yang diketahui terjadi pada 22 Mei 2010, ketika Laszlo Hanyecz membeli dua pizza seharga 10.000 BTC. Peristiwa ini sekarang dirayakan sebagai "Bitcoin Pizza Day".
Tren Pergerakan Harga Bitcoin Sepanjang Sejarah
- Awal Mula dan Kenaikan Pertama (2009-2013) Pada masa awal, Bitcoin hampir tidak bernilai dan hanya digunakan dalam komunitas kecil. Pada 2013, Bitcoin mulai dikenal luas dan mencapai harga $1.000 untuk pertama kalinya.
- Bull Run dan Koreksi Besar (2017-2018) Bitcoin mengalami lonjakan harga hingga hampir $20.000 pada akhir 2017, didorong oleh antusiasme pasar dan adopsi yang semakin meluas. Namun, koreksi besar terjadi pada 2018, dengan harga turun lebih dari 80%.
- Kenaikan Eksplosif dan Volatilitas (2020-2021) Pandemi COVID-19 mempercepat adopsi aset digital, dan Bitcoin melonjak hingga mencapai rekor tertinggi sekitar $69.000 pada November 2021. Lonjakan ini didorong oleh investasi institusional dan permintaan yang meningkat.
- Penurunan dan Konsolidasi (2022-Sekarang) Setelah mencapai puncaknya, Bitcoin mengalami penurunan tajam akibat kebijakan moneter ketat, inflasi, dan ketidakpastian geopolitik. Harga Bitcoin berkonsolidasi, tetapi tetap menjadi aset crypto dengan kapitalisasi terbesar.