"Tren kasus DBD akan meningkat pasca el nino dan pola kenaikan per bulannya khas pada musim penghujan dan sama dari tahun ke tahun akan mulai meningkat Desember, puncak April, lalu kembali turun," tukasnya.
Baca Juga: Satu Keluarga di Depok Terjangkit Chikungunya
Hal ini karena musim hujan menyebabkan peningkatan kelembaban udara atau relative humidity (RH) meningkat, sehingga yamuk mudah berkembang biak.
"Selain itu juga kontainer berisi air bisa menjadi tempat berkembang biak jentik. Tetesan air hujan juga menjadi media perkembangan nyamuk," paparnya.
Ditegaskan Ngabila, pola kasus DBD setiap tahunnya akan selalu sama, yakni mulai meningkat pada Desember dan akan mengalami puncak di bulan April, lalu kembali menurun.
"Karena saat musim hujan lebih berpotensi genangan air untuk tempat perindukan nyamuk, pancaroba membuat imunitas seseorang menurun, dan kelembaban udara tinggi saat musim hujan atau relative humidity (RH) tinggi membuat nyamuk DBD (aedes aegepty) lebih mudah berkembang biak," jelasnya.
Adapun, penanganan terhadap pasiem DBD juga dilakukan secara serius, yakni dilakukan rehidrasi cairan dan pemberian obat-obatan sesuai dengan gejala pasien.
Sebab Ngabila mengatakan, terkadang pasien DBD datang dengan campuran infeksi lain seperti batuk hingga tipes.
"Maka dilakukan terapi sampai sembuh dan trombosit normal, baru dipulangkan," pungkasnya.
Langkah antisipasi yang dilakukan RSUD Tamansari yakni dengan menyiagakan tenaga kesehatan dan ruang perawatan baik di IGD, maupun rawat inap biasa.
"Jika ada kenaikan kasus, fasilitas kami tetap memadai untuk penanganan," jelasnya.
Meski demikian, Ngabila menyampaikan, masyarakat tak perlu khawatir dengan kasus DBD yang diperkirakan meninglat pada Maret-April 2025 ini.