Selama enam bulan, para partisipan ini hanya diperbolehkan untuk makan dari 12.00 siang hingga jam 20.00 malam.
Adapula partisipan yang diminta untuk menjalani diet restriksi kalori tanpa menjalani puasa intermiten.
Sedangkan partisipan lainnya merupakan kelompok kontrol yang tidak menerapkan puasa intermiten atau pun pengurangan asupan kalori.
Selama studi berlangsung, tim peneliti melakukan sejumlah pengukuran dan tes terhadap seluruh partisipan.
Beberapa pengukuran dan tes yang dilakukan adalah pengukuran berat badan dan tes gula darah.
"Sebelum studi kami, sangat sedikit (studi) yang berfokus pada diet ini dan penyandang diabetes tipe 2," kata profesor di bidang ilmu gizi dari University of Illinois, Prof Krista Varady PhD.
Selanjutnya, hasil studi menunjukkan bahwa para partisipan yang menjalani puasa intermiten mengonsumsi kalori lebih sedikit dari biasanya.
Asupan kalori harian mereka berkurang sekitar 300-500 kalori per hari.
Sebagai perbandingan, partisipan yang menerapkan diet restriksi kalori hanya mengurangi asupan kalori harian mereka sekitar 200 kalori per hari.
Kabar baiknya, partisipan yang menjalani puasa intermiten maupun diet restriksi kalori sama-sama menunjukkan perbaikan pada hasil tes gula darah mereka.
Tes HbA1c mereka umumnya mengalami penurunan sekitar 1 poin, dari 8 poin menjadi 7 poin. Penyandang diabetes bisa mencapai remisi bila kadar HbA1c mereka di bawah 6.5.
Tim peneliti juga mengungkapkan bahwa para penyandang diabetes tipe 2 umumnya memiliki tubuh obesitas.