“Keteladanan para elite politik negeri ini untuk berbagi akan mengedukasi anak negeri, utamanya generasi era kini, generasi milenial dan gigital yang lebih menghargai model (contoh), ketimbang wacana tanpa aksi nyata..”
-Harmoko-
Saling membantu, saling berbagi dan saling menolong adalah kodrati manusia sebagai makhluk sosial. Manusia, meski hidupnya sangat berkecukupan, semuanya terpenuhi, berlimpah harta, berderet pangkat,jabatan serta kekuasaan, tetap saja tak bisa hidup sendiri, selalu membutuhkan orang lain, baik dalam suka maupun duka.
Itulah perlunya kita saling berbagi satu sama lain. Berbagi derita untuk mengurangi duka, berbagi suka untuk menebarkan kebahagiaan.
Gemar berbagi dengan membantu dan memberi pertolongan kepada orang lain merupakan akar budaya bangsa yang perlu kita rawat, jaga dan kembangkan.
Gemar berbagi hendaknya menjadi budaya bagi generasi era kini sebagai penerus cita cita para pendiri negeri guna mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Hal itu akan terwujud jika semua elemen bangsa secara terus menerus mengaktualisasikan sikap budaya bangsa sebagaimana tercermin dalam nilai nilai luhur falsafah bangsa.
Di antara sejumlah nilai dimaksud, di antaranya gemar melakukan kegiatan kemanusiaan, suka memberi pertolongan kepada orang lain, menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain. Tidak semena mena kepada orang lain, tidak mengintimidasi, tidak pula mendiskriminasi.
Budaya berbagi hendaknya ditampilkan melalui aksi nyata dalam kehidupan sehari hari, bukan sebatas slogan dan retorika.
Budaya berbagi menjadi kebutuhan, lebih lebih di era sekarang ini, di tengah beragam bencana seperti banjir dan tanah longsor, cuaca ekstrem, puting beliung, gempa bumi dan gunung berapi.
Ini bencana alam yang bisa berdampak pada gejolak sosial dan ekonomi, jika tidak antisipasi sejak dini. Jadi, selain mitigasi bencana, juga mitigasi dampak sosial ekonominya.
Bantuan sosial yang digulirkan pemerintah cukup membantu masyarakat kelas bawah dari jerat problema sosial ekonomi, tetapi belum sepenuhnya menjadi solusi jangka panjang.
Apalagi sejak jelang bulan puasa hingga memasuki puasa sekarang ini, harga sembako terus merangkak, dan diprediksi kenaikan harga ini terjadi hingga lebaran. Di saat pemenuhan kebutuhan masyarakat menghadapi lebaran kian meningkat.
Beban ekonomi semakin dirasakan masyarakat. Meski secara keseluruhan, kelas menengah pun ikut terdampak, tetapi kelas bawah yang paling terdampak.
Bagi pemerintah, tentu upaya pengendalian harga yang harus dilakukan sesegera mungkin agar dampaknya tidak kian meluas. Mengguyur komoditas pangan dengan harga murah melalui operasi pasar, menjadi solusi sementara yang lazim dilakukan.
Yang diperlukan adalah bagaimana langkah ke depan, agar kenaikan harga jelang hari hari besar keagamaan, tidak terjadi lagi. Ini menjadi salah satu PR pemerintahan baru mendatang.
Di sisi lain, budaya berbagi hendaknya perlu diteladani oleh para elite politik.Jika sebelum pencoblosan rajin berbagi dan menyantuni masyarakat di daerah pemilihannya, hendaknya kepedulian semacam itu ini diteruskan.Jangan terhenti setelah pemilu.
Berbagi mengatasi masalah yang menjerat rakyat, tak hanya berbagi dalam hal ekonomi.Berbagi ilmu, tenaga, pikiran, bahkan doa pun sudah dapat dilakukan untuk meringankan beban kehidupan.
Ramadan hendaknya menjadi momen bagi kita semua, utamanya para elite politik untuk mengaktualisasikan rajin berbagi terhadap sesama tanpa membedakan latar belakang strata sosial dan afiliasi politiknya.
Keteladanan para elite politik negeri ini untuk berbagi akan mengedukasi anak negeri, utamanya generasi era kini, generasi milenial dan digital yang lebih menghargai model (contoh), ketimbang wacana tanpa aksi nyata, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom Kopi Pagi, di media ini.
Berbagi bukan hanya untuk meringankan beban, tetapi lebih luas lagi dalam upaya memperluas pemerataan. Berbagi bukan hanya dalam bidang ekonomi, juga dalam bidang politik. Pasca pemilu perlu berbagi dengan membentuk koalisi, yang di dalamnya ada power sharing.
Berbagi kekuasaan, acap disebut bagi bagi kursi di kabinet dan kelembagaan lainnya, dapat dikatakan pula untuk meringankan beban tugas dan tanggung jawab negara, dipikul bersama.
Makna lain, untuk mencegah monopoli kekuasaan bertumpu pada satu atau dua kekuatan. Keserakahan kekuasaan wajib dihindari karena dapat menimbulkan kerawanan, potensi penyelewengan.
Filosofi Jawa mengajarkan Sapa serakah , ora berkah siapa yang serakah tidak akan mendapatkan keberkahan. Tidak akan mendatangkan kenyamanan, ketenangan dan kedamaian hidup.
Mari kita gelorakan kembali budaya berbagi. (Azisoko)