NTT, POSKOTA.CO.ID - Perayaan Semana Santa berlangsung kembali di Kota Larantuka Kabupaten Flores Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Tradisi ini sempat tiga tahun tidak digelar akibat pandemi COVID-19.
Semana Santa Larantuka merupakan tradisi umat Katolik yang diwariskan sejak lima abad lalu.
Tradisi Semana Santa di Larantuka ini sudah menjadi ikon wisata religi di Flores Timur NTT.
Semana Santa atau Pekan Suci Paskah di Larantuka Nusa Tenggara Timur resmi dimulai usai kegiatan mengaji Trewa bersama Mardomu Kapela Pintu Tuan Ma dan Tuan Ana di Kapela Tuan Ma pada Rabu (5/4/2023).
Ratusan umat Katolik dari Larantuka atau kota-kota lain yang mengikuti misa keagamaan sembahyang atau ibadat lamentasi pada hari yang dikenal sebagai Rabu Trewa ini. Lamentasi atau Ratapan Yeremia sendiri menjadi momen berdoa yang dilakukan dalam tiga ratapan.
Ritual Trewa diawali dengan memadamkan lampu yang berada di sekitar kapela.
Bersamaan dengan itu puluhan pemuda dan anak berhamburan ke jalanan hingga ke pemukiman penduduk membawa seng dan membunyikannya memakai kayu.
Seng-seng tersebut di seret di sepanjang jalan bermula dari depan kapela Tuan Ma berbelok ke barat sejauh ±200 meter dan menuju Tori Tuan Trewa sejauh 100 meter ke utara serta kembali berlarian menyusuri jalan semula ke arah timur menuju kapela Tuan Ana sejauh 600 meter.
Trewa berarti bunyi-bunyian yang menjadi tanda masuk perkabungan Yesus selama Tri Hari Suci Paskah.
Usai lamentasi kemudian lampu di Kapela Tuan Ma dipadamkan dan peringatan Rabu Trewa disambung dengan trewa. Keterangan ini disampaikan Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Flores Timur Heronimus Lamawuran.
Rabu Trewa menjadi awal kisah sengsara Yesus. Pengenangan bagian sejarah saat Yesus ditangkap dan diarak sebelum disalib.
“Rabu Trewa sebenarnya hari terakhir kita beraktivitas. Jadi umat akan membunyikan seng-seng. Setelah itu suasananya akan sunyi dan tidak ada lagi bunyi-bunyian dan siap menghadapi kedukaan Tuhan Yesus,” katanya.
Tini, warga Larantuka, menerangkan makna Rabu Trewa merupakan pengenangan kisah sengsara Yesus.
Dia mengatakan,”Suasana hening hingga malam Paskah.”
Makna dari bunyi-bunyian dari seng yang diseret ke aspal merupakan tanda hari terakhir umat beraktivitas.
Setelah bunyia-bunyian tersebut kemudian warga memasuki suasana hening dan duka.
“Tidak ada lagi bunyi musik dan lain-lain. Nanti pada saat malam Paskah baru lonceng Gereja berbunyi sebagai tanda Tuhan Yesus sudah bangkit,” lanjut Heronimus Lamawuran.
Suasana hening dan duka akan berlangsung hingga malam Paskah pada Sabtu (8/4/2023) saat lonceng Gereja dibunyikan. ***