Sebelumnya dalam sambutannya Andika sebagai Bapak Gede masyarakat Baduy dengan menggunakan bahasa Sunda dialek Baduy, Andika mengaku bahagia karena dapat melaksanakan ritual Seba Baduy meski masih dengan pembatasan peserta di mana pandemi Covid-19 belum dianggap tuntas seluruhnya.
Menurutnya dengan Seba Baduy perasaan persaudaraan antara Pemerintah Daerah dan masyarakat Banten dengan masyarakat Suku Baduy menjadi semakin terjalin.
“Padeukeutna pamaréntah jeung rahayatna minangka bukti nandakeun tingtrimna kaayaan Provinsi Banten nu dipicinta,” kata Andika yang mengungkapkan kegembiraannya dengan menyebut pertemuan tersebut sebagai bukti bahwa keadaan Provinsi Banten yang dicintai ini aman dan tentram.
Andika mengulas,dirinya mewakili Pemprov Banten selalu mengingat pesan masyarakat Baduy setiap Seba Baduy bahwa Pemerintah dan masyarakat harus selalu menjaga lingkungan alam.
Untuk itu, kata Andika, Seba Baduy bukan hanya persoalan kebudayaan atau pariwisata saja, melainkan persoalan pelestarian lingkungan hidup.
Untuk diketahui, meski pada tahun ini peserta Seba Baduy hanya perwakilan yakni sekitar 160 warga masyarakat Baduy Dalam dan Baduy Luar, namun prosesi inti berupa Murwa Seba atau pesan lisan dengan bahasa Sunda kuno yakni bahasa Sunda Buhun dari tetua adat yang disebut Puun Baduy dalam hal ini disampaikan oleh Jaro Tanggungan 12, Saidi Putera, tetap dilakukan.
Prosesi kemudian ditutup dengan penyerahan Laksa sebagai perlambang penyerahan hasil bumi oleh Jaro Tanggungan 12 kepada Andika sebagai Bapak Gede.
Laksa sendiri adalah intisari padi yang diolah melalui upacara sakral ngalaksa. Laksa adalah sejenis makanan adat semacam mie tetapi lebih lebar, atau seperti kwetiau yang terbuat dari tepung beras dan dibungkus dengan pelepah pinang.
Dengan menyantap laksa dari tanah suci ini yakni tanah Baduy, diharapkan kewibawaan raja atau pemimpin akan bertambah. Persembahan laksa dan hasil bumi lainnya ini merupakan lambang hubungan baik antara masyarakat adat Baduy dan Pemerintah. (haryono)