Tak berlebihan sekiranya dikatakan negeri kita kuat menghadapi bencana karena memang melekat jati diri bangsa tadi.
Telah teruji, memiliki kepekaan sosial yang tinggi tak sekadar membuat kita menjadi lebih baik, tetapi mendorong kita menjadi manusia seutuhnya.
Yang perlu diedukasi adalah menjadi manusia yang memiliki empati dan peduli terhadap orang lain, bukan karena berharap simpati. Mau peduli, bukan karena ingin dipedulikan. Rela kerja ikhlas tanpa berharap balas (imbalan). Membantu lingkungan bukan berharap pengakuan, tetapi lebih karena kesadaran diri. Itulah sejatinya kepekaan sosial.
Itulah sebabnya kepekaan sosial perlu dilatih, diedukasi dan ditanamkan sejak dini. Kepekaan sosial tidak bisa dipaksakan, tidak pula dipaksa datang tiba-tiba, tetapi perlu dibentuk melalui karakter sejak masa kanak-kanak melalui pengenalan diri bagaimana indahnya saling berbagi.
Mengedukasi begitu banyak manfaat yang didapat ketika kita masih bisa saling berbagi.
Membuka diri kepada lingkungan sekitar untuk senantiasa bersedia kerja sama, menolong orang yang kesusahan adalah bagian dari upaya membentuk kepekaan sosial.
Anak muda zaman sekarang sejatinya memiliki sikap peduli yang sangat tinggi kepada lingkungannya, kelompoknya, dan komunitasnya.
Ini yang perlu didorong melalui keteladanan terutama dari mereka yang selama ini kerap menyuarakan kebersamaan dan nilai- nilai kemanusian. Secara lebih luas para tokoh masyarakat, pejabat di semua tingkatan.
Ingat! Anak muda era sekarang lebih membutuhkan model (contoh), ketimbang wacana tanpa aksi nyata. Lebih membutuhkan keteladanan, ketimbang pernyataan. Lebih membutuhkan bukti nyata, ketimbang propaganda dan retorika.
Mari kita berbuat. Sekecil apa pun perbuatan itu diberikan akan lebih baik ketimbang sama sekali tidak berbuat.
Para filsuf berpesan "Selama kamu masih berdiri, ulurkan tanganmu pada orang-orang yang telah jatuh."
Selama masih bisa membantu, bantulah orang lain yang memang sedang membutuhkan uluran tangan. (*)