Bilik Asmara untuk Perempuan Napi Tak akan Terwuju

Jumat 28 Feb 2020, 06:20 WIB
Kalapas Cipinang Hendra Eka, saat menyampaikan Resolusi Pemasyarakatan Tahun 2020. (Ifand)

Kalapas Cipinang Hendra Eka, saat menyampaikan Resolusi Pemasyarakatan Tahun 2020. (Ifand)

JAKARTA - Wacana pembentukan fasilitas bilik asmara atau Conjugal Visit untuk narapidana di Rumah Tahanan (Rutan) dan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) perempuan tampaknya tak bakal pernah terwujud. Berbagai macam pertimbangan membuat rencana itu sulit dilakukan.

Kalapas Perempuan Pondok Bambu, Herlina mengatakan, bilik asmara lebih sulit diterapkan pada warga binaan permasyarakatan (WBP) perempuan. Sehingga wacana untuk pembentukan itu tampaknya akan sulit terealisasi.

"Banyak pertimbangan atas wacana yang sempat bergilir itu," katanya, saat menggelar media gathering Resolusi Pemasyarakatan Tahun 2020, di Rutan Cipinang, Kamis (27/2/2020).

Menuirutnya, salah satu pertimbangan itu adalah, bila memang nantinya disiapkan bilik asmara dan si wanita dalam masa subur. Karena nantinya pasti menambah warga binaan didalamnya. "Akan ada berapa banyak anak-anak yang nantinya lahir didalam lapas," ujarnya.

Atas pertimbangan itu, kata Herlina, membuat Ditjen PAS tak bisa memfasilitasi narapidana dalam memenuhi kebutuhan biologisnya selama di penjara. Selain pertimbangan budaya Timur dalam seksualitas, kekhawatiran bilik asmara bakal dimanfaatkan oknum juga menjadi pertimbangan.

"Sudah bisakah masyarakat Indonesia menerima kondisi semacam ini? Surat nikah kan juga bisa dipalsukan, ini yang menjadi pertimbangan," ujarnya.

Meski begitu, Herlina mengakui pemenuhan kebutuhan biologis bagi narapidana selama menjalani masa hukuman penting. Bahkan, saat rapat dengar pendapat (RDP) antara DPR RI dengan Kemenkumham beberapa waktu lalu, masalah ini kembali disinggung.

"Bagi manusia dewasa tentu sangat dibutuhkan untuk meredakan emosional dan sebagainya. Namun sampai dengan saat ini masih banyak pertimbangan," tuturnya.

Saat ini, sambung Herlina, masalah seksualitas bagi narapidana selama menjalani masa hukuman, juga masih menjadi masalah yang dihadapi Ditjen PAS. Selain menghadapi cojugal visit, ada juga orientasi seksual sejumlah WBP perempuan yang memiliki ketertarikan terhadap perempuan lain atau Lesbian.

"Karena terkadang kita temukan bawaan bahwa fisik sih perempuan, tapi kadang-kadang gaya hidupnya sudah seperti laki-laki," tambahnya.

Dari masalah itu, pihaknya terus berupaya menemukan cara ampuh mencegah adanya hubungan seksual antara WBP. Di antaranya lewat kegiatan pembinaan kepribadian dan pelatihan kemampuan yang bersifat feminin seperti masak, menjahit, dan tata rias. "Kita juga berikan penguatan-penguatan mental spritual mereka. Kita ingatkan kodratinya wanita, kita coba ambil insiatif bahwa perempuan pakai rok," ujarnya.

Masalah orientasi seksualitas disebut Herlina tak lepas dari resolusi Ditjen PAS mencegah penularan HIV/AIDS di kalangan WBP. Pasalnya bila tak dicegah penyakit itu dapat menular ke sesama WBP di Rutan dan Lapas yang umumnya kelebihan kapasitas. "Karena memang selama mereka berada di dalam, harus dihilangkan kemerdekaannya, termasuk untuk berhubungan seksual," pungkasnya. (ifand/yp)


News Update