KSPI Sebut Gaji Jurnalis Lebih Rendah dari Buruh Pabrik Panci di Karawang

Senin 29 Des 2025, 16:19 WIB
Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyebut gaji wartawan di Jakarta lebih rendah dibanding upah buruh pabrik panci di Karawang, Jawa Barat. (Sumber: Poskota/Ali Mansur)

Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyebut gaji wartawan di Jakarta lebih rendah dibanding upah buruh pabrik panci di Karawang, Jawa Barat. (Sumber: Poskota/Ali Mansur)

GAMBIR, POSKOTA.CO.ID  – Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyoroti persoalan upah pekerja di Jakarta dengan menyentil kondisi kesejahteraan jurnalis atau wartawan di DKI Jakarta.

Ia menyebut, gaji jurnalis di Ibu Kota saat ini justru lebih rendah dibandingkan buruh pabrik panci atau pabrik plastik di Karawang, Jawa Barat.

“Coba bayangkan, kerja di stasiun TV atau sebagai jurnalis di Jakarta, baru masuk masa gajinya kalah dengan yang kerja di Karawang? ” ujar Said Iqbal kepada awak media disela-sela aksi unjuk rasa di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat pada Senin, 29 Desember 2025.

Iqbal menilai kondisi tersebut tidak masuk akal mengingat beban kerja dan tingkat kesulitan liputan di Jakarta jauh lebih tinggi.

Baca Juga: Penetapan UMP DKI Jakarta Baru Saja Diumumkan Gubernur, KSPI Mau Gugat ke PTUN

Selain itu, biaya hidup di Ibu Kota juga disebut sangat mahal dibandingkan daerah industri di sekitarnya.

Gaji wartawan di Jakarta setidaknya mengacu pada Upah Minimum Provinsi (UMP) Jakarta 2026 berada di angka Rp5,73 juta. Sedangkan upah minimum buruh di Karawang telah mencapai Rp5,95 juta.

“Sesama jurnalis, mungkin liputan di daerah tidak sesulit atau tidak selelah di Jakarta. Ini yang kita persoalkan, kawan-kawan semua,” kata pria yang menjabat sebagai Presiden Partai Buruh tersebut.

Dalam kesempatan yang sama, Said Iqbal menilai Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto sejatinya telah menunjukkan keberpihakan terhadap perjuangan buruh dalam penetapan besaran kenaikan upah.

Baca Juga: Aksi Buruh Sepi, KSPI: Strategi untuk Pancing Respons Pemerintah 

Sikap tersebut, kata dia, tercermin dari keputusan Presiden yang mencoret usulan kenaikan upah 0,8 yang diajukan para menteri dan menggantinya dengan angka 0,9.

“Presiden seolah ingin menyampaikan bahwa usulan buruh di angka 0,9 itu masuk akal. Usulan menteri 0,8 justru dicoret. Itu jelas pesan politiknya,” ujar Said Iqbal.

Said Iqbal mengakui Presiden kemudian menurunkan batas bawah indeks dari 0,6 menjadi 0,5. Namun, menurutnya, kebijakan tersebut tidak menghilangkan pesan utama bahwa Presiden mendorong perjuangan buruh agar tidak berhenti pada angka kenaikan yang rendah.

Selain itu,Said Iqbal juga mengkritik kesepakatan sejumlah gubernur yang mengikuti arahan Kementerian Dalam Negeri dan kementerian terkait dengan menetapkan indeks kenaikan upah di bawah 0,9, bahkan ada yang berada di kisaran 0,7 hingga 0,5.

Baca Juga: Tolak Formula Upah 2026, Partai Buruh–KSPI Siap Gelar Mogok Nasional

Ia menilai langkah tersebut bertentangan dengan semangat keberpihakan yang telah ditunjukkan Presiden.

Lebih lanjut, Said Iqbal menegaskan pentingnya kenaikan upah untuk memulihkan daya beli masyarakat yang terus melemah.

Ia merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat deflasi pada Februari, Mei, dan Agustus 2025. Artinya harga terlihat stabil, tapi masyarakat tidak memiliki uang untuk belanja.

Said Iqbal juga mengingatkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bahwa upah minimum di Ibu Kota saat ini justru lebih rendah dibandingkan daerah penyangga seperti Bekasi.

Padahal, biaya hidup di Jakarta, mulai dari cicilan rumah hingga sewa hunian, jauh lebih tinggi.

“Logikanya sederhana, biaya hidup Jakarta lebih mahal, tapi upahnya malah kalah dari Bekasi. Masa gubernur tidak memahami kondisi ini?” tanya Said Iqbal dengan heran.


Berita Terkait


News Update